TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi Fisiologi Otak
Otak terletak di dalam rongga kranium tengkorak. Otak berkembang dari
sebuah tabung yang mulanya memeperlihatkan tiga gejala pembesaran. Otak awal,
yang disebut otak depan, otak tengah, dan otak belakang. Otak depan, menjadi
belahan otak (hemisperium cerebri),
korpus striatum dan talami (talamus dan hipotalamus). Otak tengah
(diencepalon). Otak belakang, tersusun atas pons varolii, medulla oblongata,
serebellum. Ketiga bagian dari otak belakang inilah yang disebut dengan batang
otak.
Serebrum
mengisi bagian depan dan atas rongga tengkorak. Yang masing-masing disebut fosa
kranialis anterior dan fosa kranialis tengah. Serebrum terdiri dari dua belahan
(hemisfer) besar sel saraf (substansi kelabu) dan serabut saraf (substansi
putih). Lapisan luar substansi kelabu disebut korteks. Kedua hemisfer otak itu
dipisahkan oleh celah yang dalam, tapi bersatu kembali pada bagian bawahnya
melalui korpus kolosum, yaitu massa substansia putih yang terdiri dari serabut
saraf. Disebelah bawahnya lagi terdapat kelompok-kelompok substansia kelabu
atau ganglia basalis.
Fisura-fisura
dan sulkus-sulkus membagi hemisfer otak menjadi beberapa daerah. Kortex serebri
bergulung-gulung dan terlipat secara tidak teratur, sehingga memungkinkan luas
permukaan substansia kelabu bertambah. Lekukan diantara gulungan-gulungan itu
disebut sulkus, dan sulkus yang paling dalam membentuk fisura longitudinalis
dan lateralis. Fisura-fisura dan sulkus-sulkus ini membagi otak dalam beberapa
daerah atau ”lobus” yang letaknya sesuai dengan tulang yang berada di atasnya,
seperti lobus frontalis, temporalis, parietalis, dan oksipitalis.
Kortex serebri
terdiri dari banyak lapisan sel saraf yang adalah substansi kelabu serebrum.
Kortex serebri ini tersusun dalam banyak gulungan-gulungan dan lipatan yang
tidak teratur dan dengan demikian menambah daerah permukaan korteks serebri,
persis sama seperti melihat sebuah benda yang justru memperpanjang jarak sampai
titik ujungnya yang sebenarnya. Substansia putih terletak agak lebih dalam dan
terdiri atas serabut saraf milik sel-sel pada kortex.
Sebagaimana
telah diuraikan di depan, beberapa kelompok kecil substansi kelabu yang disebut
ganglia atau nuklei basalis, terbenam dalam massa sunstansi putih pada setiap
hemisfer otak. Dua dari antaranya adalah nukleus kaudatus dan nukleus
lentiformis, dan keduanya bersama membentuk korpus striatum. Struktur lain
berhubungan erat dengan massa substansi kelabu yang lain, yaitu talamus yang
terletak di tengah- tengah struktur itu.
Kapsula interna
terbentuk oleh berkas-berkas serabut motorik dan sensorik yang menyambung
kortex serebri dengan batang otak dan sumsum tulang belakang. Pada saat
melintasi pulau-pulau substansi kelabu, berkas-berkas saraf ini berpadu sama
lain dengan eratnya. Trombosis arteri yang melayani kapsula interna, dapat
menimbulkan kerusakan pada salah satu sisi tubuh (hemiplegia). Kerusakan
serebrovaskuler seperti itu disebut ”stroke”.
Batang Otak
terdiri dari otak tengah (midbrain), pons varolli, dan medulla oblongata.
Otak Tengah
merupakan bagian atas batang otak. Aqueductus serebri yang menghubungkan
ventrikel ketiga dan keempat melintasi melalui otak tengah ini. Otak tengah
mengandung pusat-pusat yang megendalikan keseimbangan dan geraka-gerakan mata.
Pons varoli merupakan
bagian tengah batang otak dan karena itu memiliki jalur lintas naik dan turun
seperti pada otak tengah. Selain itu juga terdapat banyak serabut yang berjalan
menyilang pons untuk menghubungkan kedua lobus serebellum dan menghubungkan
serebellum dengan kortex serebri.
Medulla
oblongata membentuk bagian bawah batang otak serta menghubungkan pons dengan
sumsum tulang belakang. Medulla oblongata terletak dalam frosa kranilis
posterior dan bersatu dengan sumsum tulang belakang tepat di bawah foramen magnum
tulang oksipital.
Serebelum
adalah bagian terbesar dari otak belakang. Serebelum menempati fosa kranilis
posterior dan diatapi oleh tentorium-serebili, yang merupakan lipatan dura
mater yang memisahkannya dari lobus oksipitalis serebri. Fungsi serebellum
adalah untuk mengatur sikap dan aktivitas sikap badan. Serebelum berperanan
sangat penting dalam koordinasi otot dan menjaga keseimbangan. Bila serabut
kortiko spinal yang melintas dari kortex serebri ke sumsum tulang belakang
mengalami penyilangan dan dengan demikian mengendalikan gerakan sisi yang lain
dari tubuh, maka hemisfer serebeli mengendalikan tonus otot dan sikap pada
sisinya sendiri.
Aliran darah yang menuju otak
berasal dari dua buah arteri karotis dan sebagian berasal dari arteri
vertebralis. Kedua arteri vertebralis bergabung membentuk arteri basilaris otak
belakang dan arteri ini berhubungan dengan kedua arteri karotis interna yang
juga berhubungan satu dengan lainnya membentuk suatu sirkulus Willisi. Dengan
demikian terjadilah jalinan kolateral yang cukup besar pada arteri- arteri
besar yang mengurus jaringan otak. Adanya kolateral yang besar ini, maka pada
orang muda kedua arteri karotis biasanya dapat disumbat tanpa menimbulkan efek
yang merugikan fungsi serebral. Sedangkan pada orang tua, arteri besar pada
dasar otak sering mengalami sklerosis dan menyumbat arteri karotis, sehingga
penyediaan darah ke otak berkurang sedemikian rupa sampai terjadi gangguan
fungsi serebral.
Terdapat beberapa hal yang mengatur
aliran darah otak, yakni
- Pengaturan metabolisme
Bila metabolisme neuronal meningkat,
produk CO2 akan meningkat, sedangkan pH ekstra seluler akan menurun
sehingga terjadi vasodilatasi serebral yang menyebabkan peningkatan aliran
darah.
- Autoregulasi serebral
Pengaturan ini merupakan kapasitas
bawaan pembuluh darah untuk mempertahankan aliran darah otak. Pembuluh darah
otak menyesuaikan lumennya pada ruang lingkupnya sedemikian rupa, sehingga
aliran darah menetap, walaupun tekanan perfusi berubah. Pengaturan diameter
lumen ini di sebut autoregulasi. Walaupun teori ini cukup menarik, tetapi
terdapat bukti-bukti yang menunjukkan pengaruh faktor neurogenik pada
autoregulasi ini.
- Pengaturan neurogenik
Peran faktor neurogenik telah
dibuktikan yakni berupa pengawasan susunan saraf otonom yang terletak di batang
otak dan diensefalon, serta inervasi alfa dan beta adrenergik dan kolinergik.
Adrenergik alfa bersifat vasokonstriktif, sedangkan adrenergik beta dan
kolinergik mengakibatkan vasodilatasi. Peningkatan aliran darah hemisferik
dapat disebabkan oleh perangsangan formasio retikularis. Agaknya hal ini
diakibatkan oleh peran faktor neurogenik dan akibat meningkatnya metabolisme
otak.
2.1.1 Autoregulasi Serebral
Tekanan intrakranial (TIK) didefiniskan sebagai tekanan dalam rongga
kranial dan biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak.
Tekanan intrakranial normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg
dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau peningkatan tekanan
intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu otak
(sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah
(sekitar 10%). Monro–Kellie doktrin menjelaskan tentang kemampuan regulasi otak
yang berdasarkan volume yang tetap. Selama total volume intrakranial sama, maka
TIK akan konstan. Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi
dengan penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan salah
satu volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan
menimbulkan perubahan TIK. Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara
lain cairan serebrospinal diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral
berkonstriksi menurunkan aliran darah otak.
Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi serebral/cerebral
perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi
sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk
metabolisme otak. CPP dihasilkan dari tekanan arteri sistemik rata-rata
dikurangi tekanan intrakranial, dengan rumus CPP = MAP – ICP. CPP normal
berada pada rentang 60-100 mmHg. MAP adalah rata-rata tekanan selama siklus
kardiak. MAP = Tekanan Sistolik + 2X tekanan diastolik dibagi 3. Jika CPP diatas
100 mmHg, maka potensial terjadi peningkatan TIK. Jika kurang dari 60 mmHg,
aliran darah ke otak tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak
dapat terjadi. Jika MAP dan ICP sama, berarti tidak ada CPP dan perfusi
serebral berhenti, sehingga penting untuk mempertahankan kontrol ICP dan MAP.
Otak yang normal memiliki kemampuan autoregulasi, yaitu kemampuan organ
mempertahankan aliran darah meskipun terjadi perubahan sirkulasi arteri dan
tekanan perfusi. Autoregulasi menjamin aliran darah yang konstan melalui
pembuluh darah serebral diatas rentang tekanan perfusi dengan mengubah diameter
pembuluh darah dalam merespon perubahan tekanan arteri. Pada klien dengan
gangguan autoregulasi, beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan darah
seperti batuk, suctioning, dapat meningkatkan aliran darah otak sehingga
juga meningkatkan tekanan TIK.
2.2 Definisi
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan
ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak.
(price, A. Sylvia, 1995: 1030). Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang
bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang
tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla
spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor
primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu
sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain
(metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain
disebut tumor otak sekunder. (Mayer. SA,2002).
Tekanan intra kranial ( TIK ) adalah suatu fungsi nonlinier dari fungsi
otak, cairan serebrospinal (CSS) dan volume darah otak sehingga. Sedangkan
peningkatan intra kranial (PTIK) dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil
dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi
intrakranial, sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan
memindahkan cairan serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan
volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan
durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience.
Jadi jika otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus
meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadi peningkatan
intrakranial yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal
jantung serta kematian.
2.3 Klasifikasi
Tumor otak
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
A.
Berdasarkan
jenis tumor
a.
Jinak :
acoustic neuroma, meningioma, pituitary adenoma, astrocytoma ( grade I ).
b.
Malignant :
astrocytoma ( grade 2,3,4 ), oligodendroglioma, apendymoma.
B.
Berdasarkan
lokasi
a.
Tumor
intradural
·
Ekstramedular
: cleurofibroma, meningioma
·
Intramedular
: apendymoma, astrocytoma, oligodendroglioma, hemangioblastoma
b.
Tumor
ekstradural
Merupakan
metastase dari lesi primer, biasanya pada payudara, prostal, tiroid, paru-paru,
ginjal dan lambung.
2.4 Etiologi
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti, walaupun
telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang perlu
ditinjau, yaitu :
a.
Herediter
Riwayat
tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada
meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota
sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap
sebagai manifestasi pertumbuhan baru, memperlihatkan faktor familial yang
jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-buakti yang kuat
untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
b.
sisa-sisa
sel embrional ( Embrionic Cell Rest )
Bangunan-bangunan
embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan
fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Tetapi ada kalanya sebagian dari bangunan
embrional tertinggal dalam tubuh, menjadi ganas dan merusak bangunan di
sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma,
teratoma intrakranial dan kordoma.
c.
Radiasi
Jaringan
dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan
degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma.
Pernah dilaporkan bahwa meningioma terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d.
Virus
Banyak
penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan
dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya
neoplasma, tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus
dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
e.
Substansi-substansi
karsinogenik
Penyelidikan
tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui
bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone,
nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan
2.5 Patofisiologi
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologik progresif. Gangguan neurologik
pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh dua faktor : gangguan fokal
disebebkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan
infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan
neuron.
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh
menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya
bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat
dikacaukan dengan gangguan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai gejala perunahan kepekaan neuron dihubungkan dengan
kompesi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Bebrapa tumor
membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat
ganggguan neurologist fokal.
Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan
perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.
Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang
disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan
volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi sirkulasi
cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid menimbulkan
hidrosefalus.
Peningkatan tekanan intracranial akan membahayakan jiwa. Mekanisme
kompensasi memerlukan waktu lama untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tak
berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat.
Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah
intracranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan
mengurangi sel-sel parenkim, kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan
herniasi unkus atau serebelum yang timbul bilagirus medialis lobus temporalis
bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak.
Herniasi menekan mesensenfalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan
saraf otak ketiga. Kompresi medula oblogata dan henti pernafasan terjadi dengan
cepat.
Perubahan fisiologi lain terjadi akibat peningkatan intracranial yang cepat
adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi), dan
gangguan pernafasan.
2.6
Manifestasi Klinis
Menurut
lokasi tumor :
1.
Lobus
frontalis
Gangguan
mental / gangguan kepribadian ringan : depresi, bingung, tingkah laku aneh,
sulit memberi argumentasi / menilai benar atau tidak, hemiparesis, ataksia dan
gangguan bicara.
2.
Kortek
presentalis posterior
Kelemahan /
kelumpuhan pada otot-otot wajah, lidah dan jari.
3.
Lobus
parasentralis
Kelemahan
pada ekstremitas bawah.
4.
Lobus oksipital
Kejang,
gangguan penglihatan.
5.
Lobus
temporalis
Tinitus,
halusinasi pendengaran, afasia sensorik, kelumpuhan otot wajah.
6.
Lobus
parietalis
Hilang
fungsi sensorik, kortikalis, gangguan lokalisasi sensorik, gangguan
penglihatan.
7.
Cerebulum
Papil
oedema, nyeri kepala, gangguan motorik, hipotonia, hiperekstremitas sendi.
Tanda dan
gejala umum :
1.
Nyeri kepala
berat pada pagi hari, makin tambah bila batuk, dan membungkuk.
2.
Kejang
3.
Tanda-tanda
peningkatan tekanan intra kranial : pandangan kabur, mual, muntah, penurunan
fungsi pendengaran, perubahan tanda-tanda vital, afasia.
4.
Perubahan
kepribadian
5.
Gangguan
memori
6.
Gangguan
alam perasa
Trias klasik
:
1.
Nyeri kepala
2.
Papil oedema
3.
Muntah
2.7 Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat kita temukan pada pasien yang menderita tumor
otak ialah :
a.
Gangguan
fisik neurologist
b.
Gangguan
kognitif
c.
Gangguan
tidur dan mood
d.
Disfungsi
seksual
2.8 Pemeriksaan Penunjang
a.
Arterigrafi
atau Ventricolugram ; untuk mendeteksi kondisi patologi pada sistem ventrikel
dan cisterna.
b.
CT – SCAN ;
Dasar dalam menentukan diagnosa.
c.
Radiogram ;
Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan dan
klasifikasi; posisi kelenjar pinelal yang mengapur; dan posisi selatursika.
d.
Elektroensefalogram
(EEG) ; Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan neuron.
e.
Ekoensefalogram
; Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra serebral.
f.
Sidik otak
radioaktif ; Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat
radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang
menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.
2.9 Penatalaksanaan
a.
Pembedahan.
·
Craniotomi
b.
Radiotherapi
Biasanya merupakan kombinasi dari terapi lainnya tapi tidak jarang pula
merupakan therapi tunggal. Adapun efek samping : kerusakan kulit di sekitarnya,
kelelahan, nyeri karena inflamasi pada nervus atau otot pectoralis, radang
tenggorkan.
c.
Chemotherapy
Pemberian obat-obatan anti tumor yang sudah menyebar dalam aliran darah.
Efek samping : lelah, mual, muntah, hilang nafsu makan, kerontokan membuat,
mudah terserang penyakit.
d.
Manipulasi
hormonal.
Biasanya dengan obat golongan tamoxifen untuk tumor yang sudah
bermetastase.
2.10
Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan tumor
intra cranial tergantung pada diagnosa awal dan penanganannya, sebab
pertumbuhan tumor akan menekan pada pusat vital dan menyebabkan kerusakan serta
kematian otak. Meskipun setengah dari seluruh tumor adalah jinak, dapat juga
menyebabkan kematian bila menekan pusat vital.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Contoh Kasus
Seorang laki-laki usia 55 tahun datang ke RS karena
penurunan kesadaran sejak 1 hari sebelumnya. Penurunan kesadaran disertai
dengan kejang pada seluruh tubuh setelah mengedan. Sisi tubuh sebelah kiri juga
lebih lemah dari kanan dan bicara menjadi pelo. Sejak 3 bulan sebelumnya pasien
sudah sering sakit kepala. Pasien adalah seorang perokok berat.
Pada pemeriksaan fisik saat masuk didapatkan GCS:
E2M5V2=9, pupil bulat isokor, refleks cahaya langsung dan tak langsung baik.
Didapatkan paresis N. fasialis dan Hipoglosus dextra sentral dan hemiparesis dextra.
Reflek fisiologis meningkat untuk keempat ekstremitas, sedangkan tanda babinski
didapatkan pada sisi kanan. Satu hari perawatan kesadaran pasien mulai membaik.
Pemeriksaan CT Scan kepala didapatkan lesi multipel
isodens inhomogen dengan edema disekitarnya pada lobus frontasli kanan dan kiri
disertai dengan herniasi subfalcin. Kesan suatu lesi metastasis. Hasil
pemeriksaan MRI kepala, lesi multipel lobus parietal kanan dan kiri serta
frontal kiri, kesan: lesi metastasis. Pada CT Thoraks ditemukan massa di paru
kanan maligna dengan pembesaran KGB mediastinum. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan sitologi sputum diperoleh hasil sel atipik mencurigakan keganasan.
Sedangkan hasil sitologi cairan bronkus: non small cell carcinoma condong
kepada adenocarcinoma berdeferensiasi buruk.
Selanjutnya dilakukan kemoterapi menggunakan
Doxcetaxel 120 mg dan Cisplatin 120 mg sebanyak 5 siklus dikombinasi dengan
whole brain radioterapi.
Pasca kemoterapi dilakukan MRI ulang, didapatkan hasil
lesi metastasis di frontal menjadi lebih kecil, di parietal lebih samar dan
perifokal edema menghilang.
3.2
Pengkajian
a.
Identitas :
b.
Riwayat Penyakit Sekarang : pasien tidak sadar selama 1 hari, salah satu
ekstremitas menjadi lemah, bicaranya menjadi pelo.
c.
Riwayat
Penyakit Dahulu : pasien
sering merasa pusing dalam 3 bulan terakhir, pasien suka merokok.
d.
Pemeriksaan
Fisik :
1.
Breathing :
-
2.
Bleeding : -
3.
Brain :
terdapat lesi multiple, terdapat edema disekitar lobus frontalis kanan dan kiri
disertai dengan herniasi subfalcin, penurunan kesadaran.
4.
Bowel : -
5.
Bladder : -
6.
Bone : adanya reflek babinsky pada
ekstremitas kanan.
3.3
Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri
berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial.
b.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan intake
makanan.
c.
Deprivasi
tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan fisik.
d.
Ansietas
berhubungan kurangnya pengetahuan.
e.
Resiko
infeksi berhubungan dengan penurunan suplai nutrisi.
f.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
g.
Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan kesulitan bicara.
h.
Harga diri
rendah berhubungan dengan kesulitan bicara.
3.4 Intervensi
No.Dx
|
Tujuan
|
Kriteria hasil
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Mengurangi nyeri
|
Setelah diberikan intervensi selama ....x24 jam maka
pasien :
1. Menunjukkan tehnik relaksasi secara
individual yang efektif untuk mencapai kenyamanan.
2. Mengenali faktor penyebab dan
menggunakan tindakan untuk mencegah nyeri.
|
Mandiri
1.
Monitoring
TTV pasien
2.
Minta pasien untuk menilai nyeri/ ketidaknyamanan pada skala 0-10.
3.
Pemberian
analgesik
Pendidikan pasien dan keluarga
1. Instruksikan pasien untuk
menginformasikan kepada perawat jika pengurangan nyeri tidak dapat dicapai.
2. Berikan informasi tentang nyeri.
Ajarkan
menggunakan tehnik non farmakologi.
Kolaborasi
1. laporkan
kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini
merupakan perubahan yaang tidak bermakna dari pengalaman nyeri pasien dimasa
lalu.
|
1.
Nyeri
mempengaruhi perubahan TTV
2.
Skala
menetukan dosis pemberian analgesik
3.
Penatalaksanaan
medis dilakukan jika non medis gagal.
Pendidikan
1.
Perawat
dapat memberikan penatalaksanaan yang lebih tepat atau dengan modifikasi
pengobatan
2.
Pasien
lebih rileks dan mengurangi antisietas.
Kolaborasi
Penatalaksanaan yang tepat
dibutuhkan untuk proses penyembuhan pasien.
|
2.
|
Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi secara maksimal
|
Setelah dilakukan intervensi selama ....x24 jam
pasien akan :
|
Mandiri
1.
Monitoring
pemenuhan nutrisi tubuh.
2.
Monitoring
porsi makan pasien habis atau tidak
Pendidikan pasien dan keluarga
1.
Beritahu
pasien dan keluarga tentang pentingnya nutrisi untuk proses penyembuhan.
2.
Beritahu
pasien dan keluarga diet yang baik.
Kolaborasi
1.
Diskusikan
dengan ahli gizi tentang diet pada pasien dengan gastritis
2.
Diskusikan
dengan dokter tentag penalaksanaan yang tepat
|
1.
Nutrisi
penting untuk proses penyembuhan
2.
Jika porsi
tidak habis cari tahu penyebabnya dan modifikasi dengan ahli gizi
Pendidikan
1.
Motivasi
pasien untuk pemulihan
2.
Pasien
gastritis sangat rentan dengan makanan pedas dan asam.
Kolaborasi
1.
Penggunaan
metode diet tiap pasien berbeda, perlu kolaborasi dengan ahli gizi
2.
Penatalaksanaan
yang tepat memberikan respon pemulihan yang cepat
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar