EVI SETIA

EVI SETIA

Kamis, 08 Mei 2014

ASKEP KANKER TIROID DAN TIROIDEKTOMI



ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KANKER TIROID DAN TIROIDEKTOMI

LAPORAN PENDAHULUAN
KANKER TIROID DAN TIROIDEKTOMI



A.     Konsep Dasar
1.      Pengertian
a.   Kanker Tiroid adalah suatu keganasan pada tiroid yang memiliki empat tipe yaitu: papiler, folikuler, anaplastik, dan meduler.
b.   Karsinoma tiroid termasuk kelompok penyakit keganasan dengan prognosis relatif baik namun perjalanan klinisnya sukar diramalkan.  Klien dengan Ca Tiroid mengalami stres dan kecemasan yang tinggi.

B.     Etiologi
Tiga penyebab yang sudah jelas dapat menimbulkan karsinoma tiroid :
1.      Kenaikan  sekresi hormon TSH ( Thyroid Stimulating Hormon) dari kelenjar hipofise anterior disebabkan berkurangnya sekresi hormon T3 dan T4 dari kelenjar tiroid oleh karena kurangnya intake iodium. Ini menyebabkan tiroid yang abnormal dapat berubah menjadi kanker.
2.      Penyinaran  (radiasi ion) pada daerah kepala, leher, dada bagian atas terutama anak-anak yang pernah mendapat terapi radiasi di leher dan mediastinum.
3.      Faktor genetik.
Adanya riwayat keturunan dari keluaraga.

C.Patofisiologi Kanker Tiroid
Karsinoma tiroid biasanya menangkap iodium  radio aktif dibandingkan dengan kelenjar tiroid normal yang terdapat di sekelilingnya. Oleh karena itu, bila dilakukan scintiscan, nodula akan tampak sebagai suatu daerah dengan pengambilan yang kurang, suatu lesi dingin. Teknik diagnostik lain yang dapat digunakan untuk diagnosis banding nodula tiroid adalah ekografi tiroid. Teknik ini memungkinkan membedakan dengan cermat antara massa padat dan massa kistik. Karsinoma tiroid biasanya padat, sedangkan massa kistik biasanya merupakan kista jinak.
Karsinoma tiroid harus dicurigai berdasarkan tanda klinis jika hanya ada satu nodula yang teraba, keras, tidak dapat digerakkan pada dasarnya, dan berhubungan dengan limfadenopati satelit.
Secara umum telah disepakati bahwa kanker tiroid secara klinis dapat dibedakan menjadi suatu kelompok besar neoplasma berdeferensiasi baik dengan kecepatan pertumbuhan yang lambat dan kemungkinan penyembuhan tinggi, dan suatu kelompok kecil tumor anaplastik dengan kemungkinan fatal. Terdapat empat jenis kanker tiroid menurut sifat morfologik dan biologiknya : papilaris, folikularis, medularis, dan anaplastik. (Price, 1995, hal:1078)
Karsinoma papiler kelenjar tiroid biasanya berbentuk nodul keras, tunggal, “dingin” pada scan isotop, dan “padat” pada ultrasonografi tiroid, yang sangat berbeda dengan bagian-bagian kelenjar lainnya. Pada goiter multinodular, kanker berupa “nodul dominan” lebih besar, lebih keras dan jelas dari bagian sekelilingnya. Kira-kira 10% karsinoma papiler, terutama pada anak-anak, disertai pembesaran kelenjar getah bening leher, tapi pemeriksaan teliti biasanya akan mengungkapkan nodul “dingin” pada tiroid. Jarang, akan perdarahan, nekrosis dan pembentukan kista pada nodul ganas tetapi pada ultrasonografi tiroid, akan terdapat echo interna yang berbatas jelas yang berguna untuk lesi ganas semi kistik dari “kista murni” yang tidak ganas. Akhirnya, karsinoma papiler dapat ditemukan tanpa sengaja sebagai suatu fakus kanker mikroskopik di tengah-tengah kelenjar yang diangkat untuk alasan-alasan lain seperti misalnya : penyakit graves atau goiter multinodular.
Secara mikroskopis, tumor terdiri dari lapisan tunggal sel-sel tiroid teratur pada “vascular stalk”, dengan penonjolan papil ke dalam ruang mikroskopis seperti kista. Inti sel besar dan pucat sering mengandung badan inklusi intra nukleus yang jelas san seperti kaca. Kira-kira 40% karsinoma papiler membentuk bulatan klasifikasi yang berlapis, sering pada ujung dari tonjolan papil disebut “psammoma body”, ini biasanya diagnostik untuk karsinoma papiler. Kanker ini biasanya meluas dengan metastasis dalam  kelenjar dan dengan invasi kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening lokal. Pada pasien tua, mereka bisa jadi lebih agresif dan menginvasi secara lokal kedalam otot dan trakea. Pada stadium lebih lanjut, mereka dapat menyebar ke paru. Kematian biasanya disebabkan penyakit lokal, dengan invasi kedalam pada leher, lebih jarang kematian bisa disebabka  metastasis paru yang luas. Pada beberapa penderita tua, suatu karsinoma papiler yang tumbuh lambat akan mulai tumbuh cepat dan berubah menjadi karsinoma anaplastik. Perubahan anaplastik lanjut ini adalah penyebab kematian lain dari karsinoma papiler, banyak karsinoma papiler yang mensekresi tiroglobulin, yang dapat digunakan sebagai tanda rekurensi atau metastasis kanker.
Karsinoma folikular ditandai oleh tetap adanya folikel-folikel kecil walaupun pembentukan koloid buruk. Memang karsinoma folikular bisa tidak dapat dibedakan dari adenoma folikular kecuali dengan invasi kapsul atau invasi vaskular. Tumor ini sedikit lebih agresif daripada karsinoma papilar dan menyebar baik dengan invasi lokal kelenjar getah bening atau dengan invasi pembuluh darah disertai metastasis jauh ke tulang atau paru. Secara mikroskopis, sel-sel ini berbentuk kuboid dengan inti besar yang teratur sekeliling folikel yang sering kali mengandung koloid. Tumor-tumor ini sering tetap mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasi iodium radioaktif untuk membentuk tiroglubulin dan jarang, untuk mensintesis T3 dan T4. Jadi, kanker tiroid yang berfungsi yang jarang ini hampir selalu merupakan karsinoma folikular. Karakteristik ini membuat tumor-tumor ini lebih ada kemungkinan untuk memberi hasil baik terhadap pengobatan iodin radioaktif . Pada penderita yang tidak diobati, kematian disebabkan karena perluasan lokal atau karena metastasis jauh mengikuti aliran darah dengan keterlibatan yang luas dari tulang, paru, dan visera.
Suatu varian karsinoma folikular adalah karsinoma “sel Hurthle” yang ditandai dengan sel-sel sendiri-sendiri yang besar dengan sitoplasma yang berwarna merah muda berisi mitokondria. Mereka bersikap lebih seperti karsinoma papilar kecuali mereka jarang ada ambilan radioiodin. Karsinoma campuran papilar dan folikular lebih seperti karsinoma papilar. Sekresi tiroglobulin yang dihasilkan oleh karsinoma folikular dapat digunakan untuk mengikuti perjalanan penyakit.
Karsinoma medular adalah penyakit dari sel C (sel parafolikular) yang berasal dari badan brankial utama dan mampu mensekresi kalsitonin, histaminase, prostaglandin, serotonir, dan peptida-peptida lain. Secara mikoroskopis, tumor terdiri dari lapisan-lapisan sel-sel yang dipisahkan oleh substansi yang terwarnai dengan merah. Amiloid terdiri dari rantai kalsitonin yang tersusun dalam pola fibril atau berlawanan dengan bentuk-bentuk lain amiloid, yang bisa mempunyai rantai ringan imunoglobulin atau protein-protein lain yang dideposit dengan suatu pola fibri.
Karsinoma medular lebih agresif daripada karsinoma papilar atau folikular tetapi tidak seagresif kanker tiroid undifferentiated. Ini meluas secara lokal ke kelenjar getah bening dan ke dalam otot sekeliling dan trakea. Bisa invasi limfatik dan pembuluh darah dan metastasisi ke paru-paru dan visera.kalsitonin dan antigen karsinoembrionik (CEA = Carsinoembryonic antigen) yang disekresi oleh tumor adalah tanda klinis yang membantu diagnosisdan follow-up. Kira-kira sepertiga karsinoma medular adalah familial, melibatkan kelenjar multipel (Multiple Endocrin neoplasia tipe II = MEN II, sindroma sipple). MEN II ditandai dengan dengan karsinoma medular, feokromositoma, dan neuroma multipel pada lidah, bibir, dan usus. Kira-kira sepertiga dalah kasus keganasan semata. Jika karsinoma medular di diagnosis dengan biopsi aspirasi jarum halus atau saat pembedahan, maka penting kiranya pasien diperiksa untuk kelainan endokrin lain yang di jumpai pada MEN II dan anggota diperiksa untuk adanya karsinoma medular dan juga MEN II. Pengukuran kalsitonin serum setelah stimulasi pentagastrin atau infus kalsium dapat digunakan untuk skrining karsinoma medular. Pentagastrin diberikan per intravena dalam bentuk bolus 0,5µg/kg, dan contoh darah vena diambil pada menit 1, 3, 5, dan 10. Peningkatan abnormal kalsitonin serum pada menit ke 3 atau 5 adalah indikatif adanya keganasan. Gen untuk MEN Iia telah dilokalisasi pada kromosom 10, dan sekarang memungkinkan menggunakan pemeriksaan DNA polimorfik dan polimorfisme panjang fragmen terbatas untuk identifikasi karier gen sindroma ini. Jadi anggota keluarga yang membawa gen ini dapat diidentifikasi dan diperiksa sebagai orang berisiko tinggi untuk timbulnya sindroma ini.
Karsinoma anaplastik, tumor kelenjar tiroid undifferentiated termasuk karsinoma sel kecil, sel raksasa, dan sel kumparan. Biasanya terjadi pada pasien-pasien tua dengan riwayat goiter yang lama dimana kelenjar tiba-tiba dalam waktu beberapa minggu atau bulan mulai membesar dan menghasilkan gejala-gejala penekanan, disfagia atau kelumpuhan pita suara, kematian akibat perluasan lokal yang biasanya terjadi dalam 6-36 bulan. Tumor-tumor ini sangat resisten terhadap pengobatan.       


A.    Tanda dan Gejala
1.   Sebuah benjolan, atau bintil di leher depan (mungkin cepat tumbuh atau keras) di dekat jakun.Nodul tunggal adalah tanda-tanda yang paling umum kanker tiroid.
2.   Sakit di tenggorokan atau leher yang dapat memperpanjang ke telinga.
3.   Serak atau kesulitan berbicara dengan suara normal.
4.   Pembengkakan kelenjar getah bening, terutama di leher. Mereka dapat ditemukan selama pemeriksaan fisik.
5.   Kesulitan dalam menelan atau bernapas atau sakit di tenggorokan atau leher saat menelan. Ini terjadi ketika mendorong tumor kerongkongan Anda.
6.   Batuk terus-menerus, tanpa dingin atau penyakit lain.
                 
B.     Pemeriksaan Penunjang Kanker Tiroid
1.      Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang membedakan tumor jinak dan ganas tiroid belum ada yang khusus, kecuali kanker meduler, yaitu pemeriksaan kalsitonon dalam serum. Pemeriksaan T3 dan T4 kadang-kadang diperlukan karena pada karsinoma tiroid dapat terjadi tiroktositosis walaupun jarang. Human Tiroglobulin (HTG) Tera dapat dipergunakan sebagai tumor marker dan kanker tiroid diferensiasi baik. Walaupun pemeriksaan ini tidak khas untuk kanker tiroid, namun peninggian HTG ini setelah tiroidektomi total merupakan indikator tumor residif atau tumbuh kembali (barsano). Kadar kalsitonin dalam serum dapat ditentukan untuk diagnosis karsinoma meduler.

2.      Radiologis
a.       Foto X-Ray
Pemeriksaan X-Ray jaringan lunak di leher kadang-kadang diperlukan untuk melihat obstruksi trakhea karena penekanan tumor dan melihat kalsifikasi pada massa tumor. Pada karsinoma papiler dengan badan-badan psamoma dapat terlihat kalsifikasi halus yang disertai stippledcalcification, sedangkan pada karsinoma meduler kalsifikasi lebih jelas di massa tumor. Kadang-kadang kalsifikasi juga terlihat pada metastasis karsinoma pada kelenjar getah bening. Pemeriksaan X-Ray juga dipergunnakan untuk survey metastasis pada pary dan tulang. Apabila ada keluhan disfagia, maka foto barium meal perlu untuk melihat adanya infiltrasi tumor pada esophagus.

b.      Ultrasound
Ultrasound diperlukan untuk tumor solid dan kistik. Cara ini aman dan tepat, namun cara ini cenderung terdesak oleh adanya tehnik biopsy aspirasi yaitu tehnik yang lebih sederhana dan murah.

c.       Computerized Tomografi
CT-Scan dipergunakan untuk melihat perluasan tumor, namun tidak dapat membedakan secara pasti antara tumor ganas atau jinak untuk kasus tumor tiroid.
d.      Scintisgrafi
Dengan menggunakan radio isotropic dapat dibedakan hot nodule dan cold nodule. Daerah cold nodule dicurigai tumor ganas. Teknik ini dipergunakan juga sebagai penuntun bagi biopsy aspirasi untuk memperoleh specimen yang adekuat.
3.      Biopsi Aspirasi
Pada dekade ini biopsy aspirasi jarum halus banyak dipergunakan sebagai prosedur diagnostik pendahuluan dari berbagai tumor terutama pada tumor tiroid. Teknik dan peralatan sangat sederhana , biaya murah dan akurasi diagnostiknya tinggi. Dengan mempergunakan jarum tabung 10 ml, dan jarum no.22 – 23 serta alat pemegang, sediaan aspirator tumor diambil untuk pemeriksaan sitologi. Berdasarkan arsitektur sitologi dapat diidentifikasi karsinoma papiler, karsinoma folikuler, karsinoma anaplastik dan karsinoma meduler.

C.    Penatalaksanaan medik
1.    Macam Pembedahan Tiroid, yaitu :


a.   Ismektomi
Ismektomi adalah pengangkatan tonjolan tiroid jinak yang berada pada ismus tiroid, beserta bagian ismus dari kelenjar tiroid.

b.  Lobektomi Subtotal
Lobektomi Subtotal adalah pengangkatan nodul tiroid beserta jaringan tiroid sekitarnya pada satu sisi, dengan meninggalkan sebanyak kurang lebih 5 gram jaringan tiroid normal dibagian posterior.
Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid.

c.   Lobektomi Total / Hemitiroidektomi
Lobektomi Total adalah pengangkatan nodul tiroid beserta jaringan tiroid seluruhnya pada satu sisi.
Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid yang mengenai seluruh jaringan tiroid satu lobus, atau pada tonjolan tiroid dengan hasil pemeriksaan FNA menunjukkan neoplasma folikuler. Bila hasil pemeriksaan histopatologis dari spesimen menunjukkan karsinoma tiroid, maka tindakan lobektomi total tersebut sudah dianggap cukup pada penderita dengan faktor prognostik yang baik.

d.  Tiroidektomi Subtotal
Tiroidektomi Subtotal adalah pengangkatan nodul tiroid beserta jaringan tiroid disekitarnya pada kedua sisi, dengan meninggalkan sebanyak kurang lebih 5 gram jaringan tiroid normal dibagian posterior.
Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid yang mengenai kedua sisi.

e.   Tiroidektomi hampir Total
Tiroidektomi hampir total adalah pengangkatan tonjolan tiroid beserta seluruh jaringan tiroid pada satu sisi disertai pengangkatan sebagian besar jaringan tiroid sisi kontralateral dengan menyisakan 5 g saja pada sisi tersebut.
Operasi ini dilakukan pada tonjolan jinak tiroid yang mengenai seluruh jaringan tiroid satu lobus dan sebagian jaringan tiroid kontralateral. Tindakan tersebut juga dapat dilakukan pada karsinoma tiroid deferensiasi baik pada satu lobus dan belum melewati garis tengah, untuk menghindari kelenjar paratiroid bilateral. Penderita karsinoma tiroid yang dilakukan prosedur ini harus dilanjutkan dengan pemberian ablasi sisa jaringan tiroid menggunakan yodium radioaktif.
f.   Tiroidektomi Total
Tiroidektomi Total adalah pengangkatan tonjolan tiroid beserta seluruh jaringan tiroid.
Operasi ini dikerjakan pada karsinoma tiroid deferensiasi terutama bila disertai adanya faktor prognostik yang jelek, karsinoma tiroid tipe meduler, karsinoma tiroid tipe anaplastik yang masih operabel.

2.         Non Pembedahan
a.       Radioterapi
Radioterapi adalah penggunaan radiasi ion di bidang kedokteran sebagai satu bagian pengobatan kanker dengan mengontrol pertumbuhan sel ganas. Radioterapi digunakan sebagai terapi kuratif maupun bersifat adjuvan. Lapangan radiasi juga mencakup jaringan limfonodus dan pembuluh darah yang menjadi risiko utama untuk metastase tumor. Radioterapi adalah penggunaan radiasi untuk menghancurkan sel kanker atau merusak sel tersebut sehingga tidak dapat bermultiplikasi lagi. Walaupun radiasi ini akan mengenai seluruh sel, tetapi umumnya sel normal lebih tahan terhadap radiasi dibandingkan dengan sel kanker.
Kegunaan radioterapi adalah sebagai berikut:
1.      Mengobati : banyak kanker yang dapat disembuhkan dengan radioterapi, baik dengan atau tanpa dikombinasikan dengan pengobatan lain seperti pembedahan dan kemoterapi.
2.      Mengontrol : Jika tidak memungkinkan lagi adanya penyembuhan, radioterapi berguna untuk mengontrol pertumbuhan sel kanker dengan membuat sel kanker menjadi lebih kecil dan berhenti menyebar.
3.      Mengurangi gejala : Selain untuk mengontrol kanker, radioterapi dapat mengurangi gejala yang biasa timbul pada penderita kanker seperti rasa nyeri dan juga membuat hidup penderita lebih nyaman.
4.      Membantu pengobatan lainnya : terutama post operasi dan kemoterapi yang sering disebut sebagai “adjuvant therapy” atau terapi tambahan dengan tujuan agar terapi bedah dan kemoterapi yang diberikan lebih efektif.

Jenis radioterapi :
1.      Radioterapi eksternal (radioterapi konvensional).
Pada terapi eksternal, mesin akan mengeluarkan sinar radiasi pada tempat kanker dan jaringan sekitarnya. Mesin yang digunakan dapat berbeda, tergantung dari lokasi kanker.
2.      Radioterapi internal (Radioisotope Therapy (RIT)).
Radioterapi diberikan melalui cairan infus yang kemudian masuk ke dalam pembuluh darah atau dapat juga dengan cara menelannya. Contoh obat radioterapi melalui infus adalah metaiodobenzylguanidine (MIBG) untuk mengobati neuroblastoma, sedangkan melalui oral contohnya iodine-131 untuk mengobati kanker tiroid.
b.      Kemoterapi
Kemoterapi memerlukan penggunaan obat untuk menghancurkan sel kanker. Walaupun obat ideal akan menghancurkan sel kanker dengan tidak merugikan sel biasa, kebanyakan obat tidak selektif. Malahan, obat didesain untuk mengakibatkan kerusakan yang lebih besar pada sel kanker daripada sel biasa, biasanya dengan menggunakan obat yang mempengaruhi kemampuan sel untuk bertambah besar. Pertumbuhan yang tak terkendali dan cepat adalah cirri khas sel kanker. Tetapi, karena sel biasa juga perlu bertambah besar, dan beberapa bertambah besar cukup cepat (seperti yang di sumsum tulang dan garis sepanjang mulut dan usus), semua obat kemoterapi mempengaruhi sel biasa dan menyebabkan efek samping.
Kemoterapi secara umum menyebabkan mual, muntah, kehilangan selera makan, kehilangan berat badan, kepenatan, dan sel darah hitung rendah yang menyebabkan anemia dan risiko infeksi bertambah. Dengan kemoterapi, orang sering kehilangan rambut mereka, tetapi akibat sampingan lain bevariasi tergantung jenis obat.
Mual dan Muntah: gejala ini biasanya bisa dicegah atau dikurangi dengan obat (kontra-obat emesis). Mual juga mungkin dikurangi oleh makanan makan kecil dan dengan menghindari makanan yang tinggi di serat, gas barang hasil bumi itu, atau yang sangat panas atau sangat dingin.
Sel Darah Hitung rendah: Cytopenia, kekurangan satu atau lebih tipe sel darah, bisa terjadi karena efek racun obat kemoterapi pada sumsum tulang (di mana sel darah dibuat). Misalnya, penderita mungkin membuat sel darah merah yang rendah secara abnormal (anemia), sel darah putih (neutropenia atau leukopenia), atau platelet (thrombocytopenia). Jika anemia parah, faktor pertumbuhan spesifik, seperti erythropoietin atau darbepoietin, bisa diberikan untuk pertambahan pembentukan sel darah merah, atau sel darah merah bisa ditransfusikan. Jika thrombocytopenia hebat, platelet bisa ditransfusikan untuk merendahkan risiko pendarahan.

c.  Terapi Ablasi Iodium Radioaktif
Pada jaringan tiroid sehat dan ganas yang tertinggal setelah operasi,selanjutnya diberikan terapi ablasi iodium radioaktif. Mengingat adanya uptake spesifik iodium ke dalam sel folikuler tiroid termasuk sel ganas tiroid yang berasal dari sel folikuler.
Ada 3 alasan terapi ablasi pada jaringan sisa setelah operasi, yaitu:
1.      Merusak atau mematikan sisa fokus mikro karsinoma.
2.      Untuk mendeteksi kekambuhan atau metastasis melalui eliminasi uptake oleh sisa jaringan tiroid normal.
3.      Meningkatkan nilai pemeriksaan tiroglobulin sebagai petanda serum yang dihasilkan hanya oleh sel tiroid.
Untuk memaksimalkan uptake iodium radioaktif setelah tiroidektomi total, kadar hormone tiroid diturunkan dengan menghentikan obat L-tiroksin, sehingga TSH endogen terstimulasi hingga mencapai kadar diatas 25-30 mU/L.

d. Terapi Supresi L-Tiroksin
Evaluasi lanjutan perlu dilakukan selama beberapa dekade sebelum dikatakan sembuh total. Target kadar TSH pada kelompok risiko rendah untuk kesakitan dan kematian karena keganasan tiroid adalah 0,1-0,5 mU/L, sedang untuk kelompok risiko tinggi adalah 0,01 mU/L.

D.    Komplikasi
Komplikasi yang sering muncul pada kanker tiroid adalah :
a.   Perdarahan
Resiko ini minimum, namun hati-hati dalam mengamankan hemostatis dan penggunaan drain pada pasien setelah operasi.
b. Masalah terbukanya vena besar (vena tiroidea superior) dan menyebabkan embolisme udara.
c. Trauma pada nervus laringeus rekurens ini dapat menimbulkan paralisis sebagian atau total pada laring.
d. Sepsis yang meluas ke mediastinum
Seharusnya ini tidak boleh terjadi pada operasi bedah sekarang ini, sehingga antibiotik tidak diperlukan sebagai pofilaksis lagi.(Sutjahjo, 2006, hal:86)
      Kompilkasi akibat tiroidektomi dibagi dalam 3 golongan, yaitu:
a.  Minor   : seroma
b.  Jarang   : kerusakan trunkus simpatikus
c.  Mayor   : perdarahan intraoperatif
Perdarahan pasca operatif
Trauma pada n. laringeus rekuren/ superior
Hipoparatiroidisme
Hipotiroidisme
Krisis tiroid
Infeksi

E.     Indikasi Tiroidektomi
                  Tiroidektomi pada umumnya dilakukan pada :
1.      Penderita dengan tirotoksikosis yang tidak responsif dengan terapi medikamentosa atau yang kambuh
2.      Tumor jinak dan ganas tiroid
3.      Gejala penekanan akibat tonjolan tumor
4.      Tonjolan tiroid yang mengganggu penampilan seseorang
5.      Tonjolan tiroid yang menimbulkan kecemasan seseorang









ASUHAN KEPERAWATAN
KANKER TIROID DAN TIROIDEKTOMI

A.     Konsep dasar
1.    Pengkajian
a.      Pre Operasi
1.      Aktivitas / latihan
           Insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat,atrofi otot, frekuensi pernafasan meningkat, takipnea, dispnea

2.      Eliminasi
Urine dalam jumlah banyak, diare.

3.      Koping / pertahanan diri
Mengalami ansietas dan stres yang berat, baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.

4.      Nutrisi dan metabolik
Mual dan muntah, suhu meningkat diatas 37,4ºC.Pembesaran tiroid, edema non-pitting terutama di daerah pretibial, diare atau sembelit.

5.      Kognitif dan sensori
Bicaranya cepat dan parau, bingung, gelisah, koma, tremor pada tangan, hiperaktif reflek tendon dalam (RTD), nyeri orbital, fotofobia, palpitasi, nyeri dada (angina).

6.      Reproduksi / seksual
Penurunan libido, hipomenorea, menorea dan impoten.

b.      Post operasi
1.      Dasar data pengkajian
a.       Pertimbangan KDB menunjukkan merata dirawat : 3 hari
b.      Pola aktifitas/istirahat : insomnia, kelemahan berat, gangguan koordinasi
c.       Pola neurosensori : gangguan status mental dan perilaku, seperti : bingung, disorientasi, gelisah, peka rangsang, hiperaktif refleks tendon dalam


2.        Prioritas keperawatan
a.       Mengembalikan status hipertiroid melalui praoperatif
b.      Mencegah komplikasi
c.       Menghilangkan nyeri
d.      Memberikan informasi tentang prosedur

3.        Tujuan pemulangan
a.       Komplikasi dapat di cegah atau dikurangi
b.      Nyeri hilang
c.       Prosedur pembedahan/prognosis dan pengobatannya dapat dipahami
d.      Mungkin membutuhkan bantuan pada teknik pengobatan sebagian atau seluruhnya,
e.       Aktivitas sehari-hari, mempertahankan tugas-tugas rumah

2.      Diagnosa Keperawatan
a.      Pre operatif
1.   Ansietas b.d. perubahan dalam status kesehatan.
     Tujuan :
     Setelah dilakukan tindakan selama ... x 24 jam diharapkan mampu mengurangi stressor yang membebani sumber-sumber individu.

     Kriteria Hasil :
b.    Ansietas berkurang, bibuktikan dengan menunjukkan kontrol agresi, kontrol ansietas, koping.
c.    Merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stres
d.    Manifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada

      Intervensi
a.    Observasi tingkah laku yang menunjukkan tingkat ansietas
     Rasional: mengukur tingkat ansietas
b.    Pantau respon fisik, palpitasi, gerakan yang berulang-ulang, hiperventilasi, insomnia.
     Rasional: Efek-efek kelebihan hormon tiroid  menimbulkan manifestasi klinik dari peristiwa kelebihan katekolamin ketika kadar epinefrin dalam keadaan normal.

c.     Berikan obat anti ansietas, contohnya : transquilizer, sedatif dan pantau efeknya.
Rasional : membantu mengurangi ansietas klien dalam menghadapi operasi.

     Evaluasi :
     Klien mampu mengurangi stressor yang membebani sumber-sumber individu.

2.   Ketidakseimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan klien memasukkan atau menelan makanan.
    Tujuan :
     Setelah dilakukan tindakan selama ...x24 jam diharapkan tingkat zat gizi yang tersedia mampu memenuhi kebutuhan metabolik.

     Kriteria Hasil :
a.    Terpenuhi asupan makanan, cairan, dan zat gizi
b.    Toleransi terhadap diet yang dianjurkan
c.    Mempertahankan massa tubuh dan berat badan dalam batas normal
d.    Melaporkan keadekuatan tingkat energy

     Intervensi
a.    Auskultasi bising usus
     Rasional: bising usus hiperaktif mencerminkan peningkatan motalitas lambung yang menurunkan atau mengubah fungsi absorpsi.
b.    Pantau masukan makanan setiap hari. Dan timbang berat badan setiap hari serta laporkan adanya penurunan.
     Rasional: penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi antitiroid.
c.    Hindarkan pemberian makanan yang dapat meningkatkan peristaltic usus.
     Rasional: peningkatan motalitas saluran cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan absorpsi nutrisi yang diperlukan.
d.    Kolaborasikan dengan dokter obat obat atau vitamin yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien.

     Evaluasi:
     Tingkat zat gizi yang tersedia untuk klien mampu memenuhi kebutuhan metabolik.


3.   Kerusakan komunikasi berhubungan dengan cedera pita suara.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan selama ... x 24 jam diharapkan mampu mendemonstrasikan tidak ada cedera dengan komplikasi minimal atau terkontrol

Kriteria Hasil :
Mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan dapat dipahami.

Intervensi :
a.    Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin, kunjungi pasien secara teratur.
Rasional :Menurunkan ansietas dan kebutuhan pasien untuk berkomunikasi
b.    Pertahankan lingkungan yang tenang
Rasional :Meningkatkan kemampuan mendengarkan komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan
c.    Anjurkan untuk tidak berbicara terus menerus.
Rasional :Suara serak dan sakit tenggorok akibat edema jaringan atau kerusakan karena pembedahan pada syaraf laringeal dan berakhir dalam beberapa hari.
d.    Kolaborasikan dengan dokter obat obat yang diperlukan untuk meringankan rasa nyeri.

Evaluasi :
Pasien mampu mendemonstrasikan tidak ada cedera dengan komplikasi minimal atau terkontrol

b.      Post operatif
1.      Bersihan jalan napas tidak efektif  b.d. obstruksi jalan napas(spasme jalan napas).
     Tujuan :
     Mempertahankan kepatenan jalan nafas setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam.

     Kriteria Hasil :
a.    Menunjukkan pembersihan jalan napas yang efektif dibuktikan dengan pertukaran gas dan ventilasi tidak berbahaya.
b.    Mudah untuk bernapas.
c.    Kegelisahan, sianosis, dan dispnea tidak ada.
d.    Saturasi O2 dalam batas normal.

      Intervensi :
a.    Pantau frekuensi pernapasan, kedalaman, dan kerja pernapasan.
     Rasional: pernapasan secara normal kadang-kadang cepat, tapi berkembangnya distres pada pernapasan merupakan indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan.
b.    Auskultasi suara napas, catat adanya suara ronki.
     Rasional: ronki merupakan indikasi adanya obstruksi/spasme laryngeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat.
c.       Periksa balutan leher setiap jam pada periode awal post operasi, kemudian tiap 4 jam.
Rasional: Pembedahan didaerah leher dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas karena adanya edem post operasi.

2.      Nyeri akut berhubungan dengan edema pasca operasi
Tujuan :
     Setelah dilakukan tindakan selama ... x 24 jam diharapkan dapat mengendalikan nyeri dan dapat berkurang.

     Kriteria hasil :
a.       Tidak ada rintihan
b.      ekspresi wajah rileks
c.       melaporkan nyeri dapat berkurang atau hilang., dari skala 7 berkurang menjadi 2.

     Intervensi :
a.    Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun nonverbal, catat lokasi, intensitas (skala 0-10), dan lamanya.
     Rasional: bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi menentukan efektivitas terapi.
b.    Memberikan pasien pada posisi semi fowler dan sokong kepala/leher dengan bantal kecil.
     Rasional: mencegah hiperekstensi leher dan melindungi integritas garis jahitan
c.    Anjurkan pasien menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif.
     Rasional: membantu untyuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman secara lebih efektif.
d.    Berikan analgesik narkotik yang diresepkan & evaluasi keefektifannya.
Rasional : Analgesik narkotik perlu pada nyeri hebat untuk memblok rasa nyeri.
                                            
Evaluasi :
Nyeri pada klien dapat berkurang

3.      Resiko tinggi terhadap komplikasi perdarahan berhubungan dengan tiroidektomi, edema pada dan sekitar insisi, pengangkatan tidak sengaja dari para tiroid, perdarahan dan kerusakan saraf laringeal.
Tujuan:
mencegah terjadinya komplikasi perdarahan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ... x 24 jam.

Kriteria hasil :
a.       Tidak ada manifestasi dari perdarahan yang hebat
b.      Hiperkalemia
c.       Kerusakan saraf laryngeal
d.      Obstruksi jalan nafas
e.       Ketidak seimbangan hormon tiroid dan infeksi

Intervensi :
Perdarahan:
a.         Pantau:
1.      TD, nadi, RR setiap 2×24 jam.  Bila stabil setiap 4 jam.
2.      Status balutan: inspeksi dirasakan dibelakang leher setiap 2x 24 jam, kemudian setiap 8 jam setelahnya.
b.         Beritahu dokter bila drainase merah terang pada balutan/penurunan TD disertai peningkatan frekuensi nadi & nafas.
c.         Tempatkan bel pada sisi tempat tidur & instruksikan klien untuk memberi tanda bila tersedak atau sensasi tekanan pada daerah insisi terasa.  Bila gejala itu terjadi, kendur-kan balutan, cek TTV, inspeksi insisi, pertahankan klien pada posisi semi fowler, beritahu dokter.
Rasional : Untuk mendeteksi tanda-tanda awal perdarahan. Temuan ini menandakan perdarahan berlebihan dan perlu perhatian medis segera.

Intervensi :
Obstruksi jalan nafas:
a.       Pantau pernafasan setiap 2×24 jam.
Rasional : Untuk mendeteksi tanda-tanda awal obstruksi pernafasan.
b.      Beritahu dokter bila keluhan-keluhan kesulitan pernafasan, pernafasan tidak tertur atau tersedak.
Rasional : Temuan-temuan ini menandakan kompresi trakeal yang dapat disebabkan oleh perdarahan, perhatian medis untuk mencegah henti nafas.
c.       Pertahankan posisi semi fowler dengan bantal dibelakang kepala untuk sokongan
Rasional : Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih penuh & membantu menu-runkan bengkak.
d.      Anjurkan penggunaan spirometri insentif setiap 2 jam untuk merangsang pernafasan dalam.
Rasional : Pernafasan dalam mempertahankan alveoli terbuka untuk mencegah ate-lektasis.
e.       Jamin bahwa O2 dan suction siap tersedia di tempat.
Rasional : Untuk digunakan bila terjadi kompresi trakea.
Intervensi:
Infeksi luka:
a.       Ganti balutan sesuai program dengan menggunakan teknik steril.
Rasional : Untuk melawan/mencegah masuknya bakteri.
b.      Beritahu dokter bila ada tanda-tanda infeksi.
Rasional: Untuk melawan/mencegah masuknya bakteri.
Intervensi:
Kerusakan saraf laringeal:
a.       Instruksikan klien untuk tidak banyak bicara.
Rasional: Untuk menurunkan tegangan pada pita suara.
b.      Laporkan peningkatan suara serak dan kelelahan suara.
Rasional: Perubahan-perubahan ini menunjukkan kerusakan saraf laringeal, dimana hal ini tidak dapat disembuhkan.

Intervensi:
Hipokalsemia:
a.       Pantau laporan-laporan kalsium serum.
Rasional : Perubahan kadar kalsium serum terjadi sebelum manifestasi ketidak seimbangan kalsium.
b.      Beritahu dokter bila keluhan-keluhan kebal, kesemutan pada bibir, jari-jari/jari kaki, kedutam otot atau kadar kalsium di bawah rentang normal.
Rasional : Temuan ini menandakan hipokalsemia dan perlunya penggantian garam kalsium. 

Intervensi:
Ketidakseimbangan hormon tiroid:
a.       Pantau kadar T3 dan T4 serum.
Rasional : Untuk mendeteksi indikasi awal ketidakseimbangan hormon tiroid.
b.      Berikan penggantian hormon tiroid sesuai pesanan.
Rasional : Hormon tiroid penting untuk fungsi metabolik normal

SEMOGA BERMANFAAT


Tidak ada komentar:

Posting Komentar