EVI SETIA

EVI SETIA

Selasa, 22 Oktober 2013

ANEMIA




BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Anemia adalah keadaan dimana kadar sel-sel darah merah dan hemoglobin dalam darah kurang dari normal. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel darah merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh. Oksigen ini akan digunakan untuk membakar gula dan lemak menjadi energy. Hal ini dapat menjelaskan mengapa kurang darah dapat menyebabkanng gejala lemah dan lesu yang tidak biasa. Paru-paru dan jantung juga terpaksa kerja keras untuk mendapatkan oksigen dari darah yang menyebabkan nafas terasa pendek.
Walaupun gejalanya tidak terlihat atau samar-samar dalam jangka waktu lama. Kondisi ini tetap dapat membahayakan jiwa jika dibiarkan dan tidak diobati. Jika anda mengalami gejala lemah lesu berkepanjangan, sebaiknya segera periksakan diri ke dokter untuk mengetahui penyebabny. Anemia biasanya terdeteksi atau sedikitnya dapat dipastikan setelah pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar sel darah merah , hemotokrit dan hemoglobin. Pengobatan bisa bervariasi tergantung pada diagnosisnya
Sel-sel darah baru dibuat setiap hari dalam sumsum tulang belakang. Zat gizi yan diperlukan untuk pembuatan sel-sel ini adalah besi, protein dan vitamin terutama asam folat dan B12. Dari semua ini, besi dan protein yang paling penting dalam pembentukan hemoglobin. Setiap orang harus memiliki sekitar 15 gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima juta sel darah merah per millimeter darah.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Anemia
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml darah. (Ngastiyah, 1997).
Secara fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia bukan suatu penyakit atau diagnosis melainkan merupakan pencerminan ke dalam suatu penyakit atau dasar perubahan patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese dan pemeriksaan fisik yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
B.       Manifestasi klinik
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
(1)   kecepatan timbulnya anemia
(2)   umur individu
(3)   mekanisme kompensasinya
(4)   tingkat aktivitasnya
(5)   keadaan penyakit yang mendasari, dan
(6)   parahnya anemia tersebut.
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka  lebih sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik, kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme kompensasi bekerja melalui:
(1)   peningkatan curah jantung dan pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh sel darah merah
(2)   meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin
(3)   mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan,  dan
(4)   redistribusi aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ). 4.

C.      Etiologi
1.      Karena cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di DNA.
2.      Karena kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor luar tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam SDM   disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya, mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
3.      Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan besar  dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi. Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula, misalnya dengan tranfusi.


4.      Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
D.      Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering  dikaitkan dengan anemia adalah:
1.         kelelahan, lemah, pucat, dan kurang bergairah
2.         sakit kepala, dan mudah marah
3.         tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
4.         pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (sakit dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi. Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
E.       Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya.  Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.  Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.  Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah.  Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia).  Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria). 
Kesimpulan mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan hemoglobinemia.




Anemia
viskositas darah menurun
resistensi aliran darah perifer
penurunan transport O2 ke jaringan
hipoksia, pucat, lemah
beban jantung meningkat
kerja jantung meningkat
payah jantung

F.       Klasifikasi anemia 
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal tiga klasifikasi besar.
Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada sumsum tulang.
Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
Kategori anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan
darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Anemia dapat juga diklasifikasikan  menurut etiologinya. Penyebab utama yang dipikirkan adalah
(1)   meningkatnya kehilangan sel darah merah dan
(2)   penurunan atau gangguan pembentukan sel.
 Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon, penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek
hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah:
1.      Hemoglobinopati, yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel sabit                        
2.      Gangguan sintetis globin misalnya talasemia
3.      Gangguan membran sel darah merah misalnya sferositosis herediter
4.      Defisiensi enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).


Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok. Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi  virus. Anemia hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe dingin.
Malaria adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium, pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983)
Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis.
Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah:
(1)     keganasan yang tersebar seperti kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan zat kimia toksik; dan penyinaran dengan radiasi dan
(2)     penyakit-penyakit menahun yang melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi endokrin.
Kekurangan vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemiaUntuk menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan etiologi.
1.      Anemia aplastik
Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang dihasilkan tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu kekurangan  sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Secara morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik. Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.
a.      Gejala-gejala anemia aplastik
Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia. Gejala-gejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:
(1)   ekimosis dan ptekie (perdarahan dalam kulit)
(2)   epistaksis (perdarahan hidung)
(3)   perdarahan saluran cerna
(4)   perdarahan saluran kemih
(5)   perdarahan susunan saraf pusat.



Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi.
Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari 20.000 dapat mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan dapat hidup bertahun- tahun. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan penyebab utama kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi.
b.      Pencegahan anemia aplastik dan terapi yang di lakukan
Tindakan pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen diduga menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita anemia aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g dengan tranfusi darah yang periodik.
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum tulang dari donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia [HLA] yang cocok). Pada kasus-kasus yang  dianggap terjadi reaksi imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang tidak mempunyai saudara kandung yang cocok.
2.      Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
a.      Penyebab lain defisiensi besi adalah:
(1)    asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja;
(2)    gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
(3)    kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g besi, bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis. Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam enzim-enzim hem, sepertiga sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih lanjut.
b.      Patofisiologi anemia defisiensi besi
Walaupun dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2 mg) yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.
c.       Tanda dan gejala anemia pada penderita defisiensi besi
Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat, hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat, pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang pada waktu melahirkan.
Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100 ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer, eritrosit mikrositik dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis. Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun kapasitas meningkat besi serum meningkat.
d.      Pengobatan anemia pada penderita defisiensi besi
Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat perdarahan aktif yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar.Walaupun modifikasi diet dapat menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita memberi respon yang baik terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal dan mempunyai insidens besar terjadi reaksi yang merugikan.
3.      Anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik normokrom.
a.      Sebab-sebab atau gejala anemia megaloblastik
Anemia megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena malnutrisi, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik  (seperti terlihat pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit, penyakit usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu dengan infeksi cacing pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar yang terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan hospes dalam mendapatkan vitamin B12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik (Beck, 1983).
Walaupun anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia megaloblastik defisiensi folat lebih sering ditemukan dalam praktek klinik. Anemia megaloblastik sering kali terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan pada kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan fetus dan laktasi. Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik, keganasan dan hipertiroidisme. Penyakit celiac dan sariawan tropik juga menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis asam folat juga mempengaruhi.
b.      Pencegahan anemia pada penderita anemia megaloblastik
Kebutuhan minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata. Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan sayuran berdaun hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar juga diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90% folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air.
Folat diabsorpsi dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma secara lemah dan disimpan  dalam hati. Tanpa adanya asupan folat persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain gejala-gejala anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik sekunder karena defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu makan. Kadar folat serum juga menurun (<4 mg/ml).
Pengobatan anemia pada penderita anemia megaloblastik. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada identifikasi dan menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12. penderita kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit sering memberi respon “spontan” bila di berikan diet seimbang.







BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A.      Asuhan keperawatan
Menurut doengoes (2000) asuhan keperawatan pada klien dengan anemia meliputi pengkajian, diagnosa dan perencanan adalah sebagai berikut :
1.      Pengkajian    
a.       Aktivitas/istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produtivitas, penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.
b.      Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronis, mis; perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB); angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD ; peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar; hipotensi postural. Distrimia; Abnormalis EKG, mis; depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung ; murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna): pucat pada kulit dan menbran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir)dan dasar kuku. (Catatan; pada pasien kulit hitam, pucat tampak sebagai keabu abuan); kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA). Sklera: Biru atau putih seperti mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan vasokontriksi kompensasi). Kuku; mudah patah, berbentuk seperti sendok (koikologikia) (DB). Rambut; kering, udah putus, menipis; tumbuh uban secara premature (AP).
c.       Integritas ego
Tanda : keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, mis; penolakan transfuse darah.
Gejala : depresi.
d.      Eleminasi
Gejala : riwayat piclonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemasis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine
Tanda ; distensi abdomen.
e.       Makanan/cairan
Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukkan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
f.       Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin. Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
g.      Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
h.      Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i.        Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.




2.    Diagnosa keperawatan   
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan anemia mernurut doengoes (1999) ialah sebagai berikut :
a.    Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
b.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
c.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
d.   Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
e.    Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
f.     Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
g.    Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.

3.   Intervensi Keperawatan
Perencanaan dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukan, adapun perencanaan menurut Doengoes 1999 adalah sebagai berikut :
a.    Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : – menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Intervensi Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku. Rasional : memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
Intervensi Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. Rasional : meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
Intervensi Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius. Rasional : dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
Intervensi Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. Rasional : iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
Intervensi Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer. Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen.
Intervensi Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi. Rasional : mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
Intervensi Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Rasional : memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
b.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : – melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari) - menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal.
Intervensi Kaji kemampuan ADL pasien. Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
Intervensi Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot. Rasional : menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera.
Intervensi Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas. Rasional : manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
Intervensi Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan. Rasional : meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
Intervensi Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri). Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
c.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal. - tidak mengalami tanda mal nutrisi. - Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai. Intervensi Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai. Rasional : mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
Intervensi Observasi dan catat masukkan makanan pasien. Rasional : mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Intervensi Timbang berat badan setiap hari. Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
Intervensi Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan. Rasional : menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
Intervensi Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan. Rasional : gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
Intervensi Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka. Rasional : meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
Intervensi Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet. Rasional : membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual.
Intervensi Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium. Rasional : meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
Intervensi Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi. Rasional : kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.
d.   Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan neurologist.
Tujuan : dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil : mengidentifikasi factor risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal.
Intervensi Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor, gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi. Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan rusak.
Intervensi Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang apabila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur. Rasional : meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.
Intervensi Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi penggunaan sabun. Rasional : area lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan.
Intervensi Bantu untuk latihan rentang gerak. Rasional : meningkatkan sirkulasi jaringan, mencegah stasis.
Intervensi Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba, keranjang, kasur tekanan udara/air. Pelindung tumit/siku dan bantal sesuai indikasi. (kolaborasi) Rasional : menghindari kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap permukaan kulit.
e.    Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
Tujuan : membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria hasil : menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat.
Intervensi Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah. Rasional : membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
Intervensi Auskultasi bunyi usus. Rasional : bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
Intervensi Awasi intake dan output (makanan dan cairan). Rasional : dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam pengidentifikasi defisiensi diet.
Intervensi Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung. Rasional : membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu memperthankan status hidrasi pada diare.
Intervensi Hindari makanan yang membentuk gas. Rasional : menurunkan distress gastric dan distensi abdomen Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai kerusakan.
Intervensi Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare. Rasional : mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan.
Intervensi Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk. Rasional : serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
Intervensi Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi) Rasional : mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
Intervensi Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil. (kolaborasi). Rasional : menurunkan motilitas usus bila diare terjadi. .
f.     Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi. - meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
Intervensi Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi perawatan dan pasien. Rasional : mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
Intervensi Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka. Rasional : menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
Intervensi Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat. Rasional : menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
Intervensi Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam. Rasional : meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia.
Intervensi : Tingkatkan masukkan cairan adekuat. Rasional : membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
Intervensi Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan. Rasional : membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
Intervensi Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam. Rasional : adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
Intervensi Amati eritema/cairan luka. Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
Intervensi Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi (kolaborasi) Rasional : membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan.
Intervensi Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik (kolaborasi). Rasional : mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.
g.    Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
Kriteria hasil : pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit. Mengidentifikasi factor penyebab. Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.
Intervensi Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia. Rasional : memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
Intervensi Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic. Rasional : ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
Intervensi Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya. Rasional : megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
Intervensi Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang. Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
Intervensi Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya. Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
Intervensi Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah diberikan. Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.

4.    Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berabagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien (Hidayat, A, 2008.  hal; 122).


5.    Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, A, 2008.  hal; 124).






















CONTOH ASKEP NYATA PADA ANEMIA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. D
DIAGNOSA MEDIS: ANEMIA
DIRUANG BEDAH RSUD SINTANG

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Tanggal 23 Januari 2012

Tanggal Masuk                        : 22 Januari 2012
Jam Masuk                               : 10.30 WIB
Ruang                                      : Bedah RSUD Ade M. Djoen Sintang
No. CM                                   : 09.80.56

A.    IDENTITAS KLIEN
Nama                           : Ny. D
Umur                           : 69 tahun
Jenis Kelamin              : Perempuan
Status Perkawinan      : Kawin
Agama                         : Islam
Suku/Bangsa/Bahasa   : Melayu/WNI/Melayu
Pendidikan                  : SD
Pekerjaan                     : IRT
Alamat                                    : Jln. Imam Bonjol Kab. Sintang
Sumber Biaya              : ASKES

B.     RIWAYAT KEPERAWATAN
1.      Riwayat Kesehatan saat ini
Ny. D masuk RSUD Ade M. Djoen Sintang pada malam hari tanggal 22 Januari 2012 melalui ruang IGD, lalu masuk ruang rawat inap bedah Keesokan harinya pada pukul 10.30 WIB dengan kesadaran CM, dan keluhan utama pusing, badannya terasa lemah, dan cepat lelah saat beraktivitas, klien tampak pucat, lemah, konjungtiva anemis dan akral klien terasa dingin serta terdapat luka berdarah pada telinga dekstra,
Hb awal 6,1 g/dL Klien mengatakan cemas dengan penyakitnya dan ingin cepat pulang.

TTV:
-        TD                   : 100/80 mmHg
-        Nadi                : 94x/menit
-        RR                  : 22x/menit
-        Suhu                : 36,1 0 C

2.      Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien pernah operasi tumor telinga 3 tahun yang lalu sebelum akhirnya masuk RSUD Sintang dengan penyakit yang sama dan penambahan diagnosa medis Anemia.
Klien mengatakan setelah operasi, ia tidak pernah lagi datang kerumah sakit dan melanjutkan dengan pengobatan tradisional.

3.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien tidak mempunyai riwayat penyakit keturuan.

4.      Riwayat Psikologi dan Spritual
Selama ini orang yang dekat dengan klien adalah keluarga klien, terutama anak dan  menantunya. Pola klien berkomunikasi agak sedikit tergangggu karena penyakitnya, namun sesungguhnya klien sangat kooperatif. Klien berharap setelah mengalami perawatan, penyakitnya akan segera sembuh dan dia dapat berkumpul bersama keluarganya seperti hari – hari sebelumnya.
Klien adalah orang yang taat dengan agama.




5.      Kondisi Lingkungan/Rumah
Rumah klien berada ditempat yang tenang walaupun tidak terlalu jauh dari jalan raya, tidak ada kondisi lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini,penerangan, ventilasi, dan sumber air baik.

6.      Pola kebiasaan sehari – hari
a.       Pola nutrisi
Sebelum sakit, klien makam 3x/hari dengan porsi satu piring, salera makan klien baik, dengan makanan yang dikonsumsi berupa nasi, lauk, sayur – sayuran dan buah- buahan. Tapi setelah sakit salera makan berkurang, karena klien merasa sakit saat mengunyah dan klien hanya mampu menghabiskan ½ porsi dari makanan yang disiapkan oleh rumah sakit.
b.      Pola eliminasi
-          Sebelum sakit BAB normal, 1 – 2x/hari.
-          BAK juga baik, 4 – 5x/hari dengan frekwensi yang tidak tentu.
-          Waktu sakit saat ini, BAB dan BAK klien terganggu, karena klien lemah dan tidak mampu untuk ke toilet sendiri.
c.       Pola istirahat tidur
-          Sebelum sakit, klien biasanya tidur 7 – 8 jam/hari
-          Saat ini klien tidur hanya bisa 3 – 4 jam/hari, itu pun tidak pernah neynyak, karena klien harus menahan rasa sakit terus.
d.      Personal hygiene
-          Sebelum sakit klien biasanya mandi 2x/hari, dengan menggunakan sabun, shampo dan selalu sikat gigi pada saat mandi.
-          Sekarang klien mandi tidak teratur, karena untuk ke toilet klien haru di bantu dan tergantung dengan keluarganya.
e.       Pola aktivitas dan latihan
-          Sebelum sakit klien melakukan aktivitas sendiri secara mandiri
-          Saat ini klien mengalami kesulitan untuk beraktivitas, karena klien tidak mampu, lemah dan harus tergantung keluarga kalau mau beraktivitas.
f.       Pola kebiasaan sehari – hari yang mempengaruhi kesehatan
-          Klien tidak merokok atau pun mengkosumsi MIR
g.      Pemeriksaan fisik
1.      Sistem penglihatan
Posisi mata simetris, kelopak mata ada bercak kuning, gerakan bola mata normal, konjungtiva pucat, ketajaman penglihatan mulai berkurang, karena dipengaruhi usia dan klien tidak menggunakan kaca mata.
2.      Sistem pendengaran
Posisi telinga tidak simetris lagi, karena telinga sebelah kanan sudah di angkat semua pada saat operasi tumor telinga 3 tahun yang lalu, dan hal inilah yang menyebabkan pendengaran klien berkurang.
3.      Sistem wicara
Klien merasa kesulitan dalam berbicara, dan saat berbicara klien mengeluh sakit karena luka operasi tumor telinga 3 tahun yang lalu belum sembuh dan masih berdarah pada saat mulut klien bergerak.
4.      Sistem pernapasan
Jalan napas klien lancar dan klien mengatakan tidak ada sesak, klien tidak menggunakan alat bantu napas, RR: 22x/menit
5.      Sistem kardivaskuler
Nadi 94x/menit, irama teratur, denyut lemah, tekanan darah 150/100 mmHg, capillary refill agak lambat, 3 detik baru kembali lagi, menandakan sirkulasi O2 tidak lancar, tidak ada kelainan jantung.
6.      Sistem pencernaan
Klien tidak ada mual muntah, klien tidak salera makan hanya disebabkan karena rahang klien sakit saat mengunyah dan klien tidak menggunakan gigi palsu, serta organ – organ pencernaan yang lain tidak ada keluhan.
7.      Sistem integumen
Turgor kulit kurang baik, keelastisan kulit klien kurang, kulit klien keriput karena dipengaruhi usia dan integritas kulit pada bagian telinga kanan mengalami gangguan karena sudah dioperasi.
8.      Sistem endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar pada klien.


C.     PEMERIKSAAN PENUNJANG
-       Pemeriksaan Laboratorium:       
WBC   : 5,8 x 103/µL                          N:
RBC    : 3,68 x 106 µL                        N:
HGB   : - 6,1 g/dL                              N: 13.5 – 17.5 g/dl
HCT    : 68,5 %                                   N:

D.    PENATALAKSAAN
-       Therapy obat
Ceftrioxane                 : 2 x 1 gram
Ranitidin                     : 2 x 1 amp
Drif ketorolak             : 3 x 60 mg
-       Transfusi 3 labu PRC 1x/24 jam



















BAB IV

PENUTUP

A.      Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml darah. Etiologi anemia Karena cacat sel darah merah (SDM).Karena kekurangan zat gizi,Karena perdarahan,Karena otoimun.
Patofisiologi anemia /Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangasel darah merah secara berlebihan atau keduanya.  Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.  Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
















DAFTAR PUSTAKA

Sukandar, Elin Yulinah, dkk., 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI Penerbitan, Jakarta
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar