BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Anemia
adalah keadaan dimana kadar sel-sel darah merah dan hemoglobin dalam darah
kurang dari normal. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel darah merah dan merupakan
pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen dari paru-paru ke seluruh
sel-sel tubuh. Oksigen ini akan digunakan untuk membakar gula dan lemak menjadi
energy. Hal ini dapat menjelaskan mengapa kurang darah dapat menyebabkanng
gejala lemah dan lesu yang tidak biasa. Paru-paru dan jantung juga terpaksa kerja
keras untuk mendapatkan oksigen dari darah yang menyebabkan nafas terasa
pendek.
Walaupun
gejalanya tidak terlihat atau samar-samar dalam jangka waktu lama. Kondisi ini
tetap dapat membahayakan jiwa jika dibiarkan dan tidak diobati. Jika anda
mengalami gejala lemah lesu berkepanjangan, sebaiknya segera periksakan diri ke
dokter untuk mengetahui penyebabny. Anemia biasanya terdeteksi atau sedikitnya
dapat dipastikan setelah pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar sel darah
merah , hemotokrit dan hemoglobin. Pengobatan bisa bervariasi tergantung pada
diagnosisnya
Sel-sel
darah baru dibuat setiap hari dalam sumsum tulang belakang. Zat gizi yan
diperlukan untuk pembuatan sel-sel ini adalah besi, protein dan vitamin
terutama asam folat dan B12. Dari semua ini, besi dan protein yang paling
penting dalam pembentukan hemoglobin. Setiap orang harus memiliki sekitar 15
gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima juta sel darah
merah per millimeter darah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Anemia
Anemia
adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml
darah. (Ngastiyah, 1997).
Secara
fisiologis, anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan sehingga tubuh akan mengalami hipoksia. Anemia
bukan suatu penyakit atau diagnosis melainkan merupakan pencerminan ke dalam
suatu penyakit atau dasar perubahan patofisilogis yang diuraikan oleh anamnese
dan pemeriksaan fisik yang teliti serta didukung oleh pemeriksaan laboratorium.
B.
Manifestasi klinik
Pada anemia, karena semua sistem organ dapat terlibat, maka dapat
menimbulkan manifestasi klinik yang luas. Manifestasi ini bergantung pada:
(1) kecepatan
timbulnya anemia
(2) umur individu
(3) mekanisme
kompensasinya
(4) tingkat
aktivitasnya
(5) keadaan penyakit
yang mendasari, dan
(6) parahnya anemia
tersebut.
Karena jumlah efektif sel darah merah berkurang, maka lebih
sedikit O2 yang dikirimkan ke jaringan. Kehilangan darah yang mendadak (30%
atau lebih), seperti pada perdarahan, menimbulkan simtomatoogi sekunder
hipovolemia dan hipoksemia. Namun pengurangan hebat massa sel darah merah dalam
waktu beberapa bulan (walaupun pengurangannya 50%) memungkinkan mekanisme
kompensasi tubuh untuk menyesuaikan diri, dan biasanya penderita asimtomatik,
kecuali pada kerja jasmani berat.
Mekanisme
kompensasi bekerja melalui:
(1) peningkatan curah jantung dan
pernafasan, karena itu menambah pengiriman O2 ke jaringan-jaringan oleh sel
darah merah
(2) meningkatkan pelepasan O2 oleh
hemoglobin
(3) mengembangkan volume plasma dengan
menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan
(4) redistribusi
aliran darah ke organ-organ vital (deGruchy, 1978 ). 4.
C.
Etiologi
1.
Karena cacat sel darah merah (SDM)
Sel darah merah mempunyai komponen penyusun yang banyak sekali. Tiap-tiap
komponen ini bila mengalami cacat atau kelainan, akan menimbulkan masalah bagi
SDM sendiri, sehingga sel ini tidak berfungsi sebagai mana mestinya dan dengan
cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan. Pada umumnya cacat yang dialami
SDM menyangkut senyawa-senyawa protein yang menyusunnya. Oleh karena kelainan
ini menyangkut protein, sedangkan sintesis protein dikendalikan oleh gen di
DNA.
2.
Karena kekurangan zat gizi
Anemia jenis ini merupakan salah satu anemia yang disebabkan oleh faktor luar
tubuh, yaitu kekurangan salah satu zat gizi. Anemia karena kelainan dalam
SDM disebabkan oleh faktor konstitutif yang menyusun sel
tersebut. Anemia jenis ini tidak dapat diobati, yang dapat dilakukan adalah
hanya memperpanjang usia SDM sehingga mendekati umur yang seharusnya,
mengurangi beratnya gejala atau bahkan hanya mengurangi penyulit yang terjadi.
3.
Karena perdarahan
Kehilangan darah dalam jumlah besar tentu saja akan menyebabkan kurangnya
jumlah SDM dalam darah, sehingga terjadi anemia. Anemia karena perdarahan
besar dan dalam waktu singkat ini secara nisbi jarang terjadi.
Keadaan ini biasanya terjadi karena kecelakaan dan bahaya yang diakibatkannya
langsung disadari. Akibatnya, segala usaha akan dilakukan untuk mencegah
perdarahan dan kalau mungkin mengembalikan jumlah darah ke keadaan semula,
misalnya dengan tranfusi.
4.
Karena otoimun
Dalam keadaan tertentu, sistem imun tubuh dapat mengenali dan menghancurkan
bagian-bagian tubuh yang biasanya tidak dihancurkan. Keadaan ini sebanarnya
tidak seharusnya terjadi dalam jumlah besar. Bila hal tersebut terjadi terhadap
SDM, umur SDM akan memendek karena dengan cepat dihancurkan oleh sistem imun.
D.
Diagnosis (gejala atau tanda-tanda)
Tanda-tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia adalah:
1.
kelelahan, lemah, pucat, dan kurang
bergairah
2.
sakit kepala, dan mudah marah
3.
tidak mampu berkonsentrasi, dan rentan terhadap infeksi
4.
pada anemia yang kronis menunjukkan bentuk kuku seperti
sendok dan rapuh, pecah-pecah pada sudut mulut, lidah lunak dan sulit menelan.
Karena
faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi
kapiler mempengaruhi warna kulit, maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat
yang dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan, dan membran mukosa mulut
serta konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
Takikardia
dan bising jantung (suara yang disebabkan oleh kecepatan aliran darah yang
meningkat) menggambarkan beban kerja dan curah jantung yang meningkat. Angina (sakit
dada), khususnya pada penderita yang tua dengan stenosis koroner, dapat
diakibatkan karena iskemia miokardium. Pada anemia berat, dapat menimbulkan
payah jantung kongesif sebab otot jantung yang kekurangan oksigen tidak dapat
menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan
bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas jasmani
merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit kepala, pusing,
kelemahan dan tinnitus (telinga berdengung) dapat menggambarkan berkurangnya
oksigenasi pada susunan saraf pusat. Pada anemia yang berat dapat juga timbul
gejala saluran cerna yang umumnya berhubungan dengan keadaan defisiensi.
Gejala-gejala ini adalah anoreksia, nausea, konstipasi atau diare dan
stomatitis (sariawan lidah dan mulut).
E.
Patofisiologi
Timbulnya
anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel darah merah secara berlebihan
atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi,
pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui.
Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal
ini dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel
darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau dalam system
retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa. Hasil samping proses
ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila
sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan
hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma (hemoglobinemia).
Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein
pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan
berdifusi dalam glomerulus ginjal dan kedalam urin (hemoglobinuria).
Kesimpulan
mengenai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh penghancuran sel darah
merah atau produksi sel darah merah yang tidak mencukupi biasanya dapat
diperoleh dengan dasar:1. hitung retikulosit dalam sirkulasi darah; 2. derajat
proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang dan cara pematangannya,
seperti yang terlihat dalam biopsi; dan ada tidaknya hiperbilirubinemia dan
hemoglobinemia.
Anemia
↓
viskositas darah menurun
↓
resistensi aliran darah perifer
↓
penurunan transport O2 ke jaringan
↓
hipoksia, pucat, lemah
↓
beban jantung meningkat
↓
kerja jantung meningkat
↓
payah jantung
F.
Klasifikasi anemia
Pada klasifikasi anemia menurut morfologi, mikro dan makro menunjukkan
ukuran sel darah merah sedangkan kromik menunjukkan warnanya. Sudah dikenal
tiga klasifikasi besar.
Yang pertama adalah anemia normositik normokrom. Dimana ukuran dan bentuk
sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal
tetapi individu menderita anemia. Penyebab anemia jenis ini adalah kehilangan
darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk infeksi, gangguan endokrin,
gangguan ginjal, kegagalan sumsum, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik
pada sumsum tulang.
Kategori besar yang kedua adalah anemia makrositik normokrom. Makrositik
berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom
karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau
terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang ditemukan pada defisiensi
B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab
agen-agen yang digunakan mengganggu metabolisme sel.
Kategori anemia ke tiga adalah anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik
berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang
dari normal. Hal ini umumnya menggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi),
seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan
darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia
(penyakit hemoglobin abnormal kongenital).
Anemia dapat juga diklasifikasikan menurut etiologinya. Penyebab
utama yang dipikirkan adalah
(1) meningkatnya
kehilangan sel darah merah dan
(2) penurunan atau
gangguan pembentukan sel.
Meningkatnya kehilangan sel darah merah dapat disebabkan oleh perdarahan
atau oleh penghancuran sel. Perdarahan dapat disebabkan oleh trauma
atau tukak, atau akibat pardarahan kronik karena polip pada kolon,
penyakit-penyakit keganasan, hemoriod atau menstruasi. Penghancuran sel darah
merah dalam sirkulasi, dikenal dengan nama hemolisis, terjadi bila gangguan
pada sel darah merah itu sendiri yang memperpendek
hidupnya atau karena perubahan lingkungan yang mengakibatkan penghancuran
sel darah merah. Keadaan dimana sel darah merah itu sendiri terganggu adalah:
1. Hemoglobinopati,
yaitu hemoglobin abnormal yang diturunkan, misal nya anemia sel
sabit
2. Gangguan sintetis
globin misalnya talasemia
3. Gangguan membran
sel darah merah misalnya sferositosis herediter
4. Defisiensi
enzim misalnya defisiensi G6PD (glukosa 6-fosfat dehidrogenase).
Yang disebut diatas adalah gangguan herediter. Namun, hemolisis dapat
juga disebabkan oleh gangguan lingkungan sel darah merah yang
seringkali memerlukan respon imun. Respon isoimun mengenai berbagai individu
dalam spesies yang sama dan diakibatkan oleh tranfusi darah yang tidak cocok.
Respon otoimun terdiri dari pembentukan antibodi terhadap
sel-sel darah merah itu sendiri. Keadaan yang di namakan anemia hemolitik
otoimun dapat timbul tanpa sebab yang diketahui setelah pemberian suatu obat
tertentu seperti alfa-metildopa, kinin, sulfonamida, L-dopa atau pada
penyakit-penyakit seperti limfoma, leukemia limfositik kronik, lupus
eritematosus, artritis reumatorid dan infeksi virus. Anemia
hemolitik otoimun selanjutnya diklasifikasikan menurut suhu dimana antibodi
bereaksi dengan sel-sel darah merah –antibodi tipe panas atau antibodi tipe
dingin.
Malaria
adalah penyakit parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk
anopheles betina yang terinfeksi. Penyakit ini akan menimbulkan anemia
hemolitik berat ketika sel darah merah diinfestasi oleh parasit plasmodium,
pada keadaan ini terjadi kerusakan pada sel darah merah, dimana permukaan sel
darah merah tidak teratur. Sel darah merah yang terkena akan
segera dikeluarkan dari peredaran darah oleh limpa(Beutler, 1983)
Hipersplenisme (pembesaran limpa, pansitopenia, dan sumsum tulang hiperselular
atau normal) dapat juga menyebabkan hemolisis akibat penjeratan dan
penghancuran sel darah merah. Luka bakar yang berat khususnya jika kapiler
pecah dapat juga mengakibatkan hemolisis.
Klasifikasi etiologi utama yang kedua adalah pembentukan sel darah merah
yang berkurang atau terganggu (diseritropoiesis). Setiap keadaan yang
mempengaruhi fungsi sumsum tulang dimasukkan dalam kategori ini. Yang termasuk dalam kelompok ini
adalah:
(1) keganasan yang tersebar seperti
kanker payudara, leukimia dan multipel mieloma; obat dan zat kimia toksik; dan
penyinaran dengan radiasi dan
(2) penyakit-penyakit menahun yang
melibatkan ginjal dan hati, penyakit-penyakit infeksi dan defiensi endokrin.
Kekurangan
vitamin penting seperti vitamin B12, asam folat, vitamin C dan besi dapat
mengakibatkan pembentukan sel darah merah tidak efektif sehingga menimbulkan anemia. Untuk
menegakkan diagnosis anemia harus digabungkan pertimbangan morfologis dan
etiologi.
1.
Anemia aplastik
Anemia aplastik adalah suatu gangguan pada sel-sel induk disumsum tulang
yang dapat menimbulkan kematian, pada keadaan ini jumlah sel-sel darah yang
dihasilkan tidak memadai. Penderita mengalami pansitopenia yaitu
kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit. Secara
morfologis sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung
retikulosit rendah atau hilang dan biopsi sumsum tulang menunjukkan suatu
keadaan yang disebut “pungsi kering” dengan hipoplasia yang nyata dan terjadi
pergantian dengan jaringan lemak. Langkah-langkah pengobatan terdiri dari
mengidentifikasi dan menghilangkan agen penyebab. Namun pada beberapa keadaan
tidak dapat ditemukan agen penyebabnya dan keadaan ini disebut idiopatik.
Beberapa keadaan seperti ini diduga merupakan keadaan imunologis.
a.
Gejala-gejala anemia aplastik
Kompleks gejala anemia aplastik berkaitan dengan pansitopenia.
Gejala-gejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan
sel darah putih.
Defisiensi trombosit dapat mengakibatkan:
(1) ekimosis dan
ptekie (perdarahan dalam kulit)
(2) epistaksis
(perdarahan hidung)
(3) perdarahan
saluran cerna
(4) perdarahan
saluran kemih
(5) perdarahan
susunan saraf pusat.
Defisiensi sel darah putih mengakibatkan lebih mudahnya terkena infeksi.
Aplasia berat disertai pengurangan atau tidak adanya retikulosit jumlah
granulosit yang kurang dari 500/mm3 dan jumlah trombosit yang kurang dari
20.000 dapat mengakibatkan kematian dan infeksi dan/atau perdarahan dalam
beberapa minggu atau beberapa bulan. Namun penderita yang lebih ringan
dapat hidup bertahun- tahun. Pengobatan terutama dipusatkan pada perawatan
suportif sampai terjadi penyembuhan sumsum tulang. Karena infeksi dan
perdarahan yang disebabkan oleh defisiensi sel lain merupakan penyebab utama
kematian maka penting untuk mencegah perdarahan dan infeksi.
b.
Pencegahan anemia aplastik dan terapi yang di lakukan
Tindakan
pencegahan dapat mencakup lingkungan yang dilindungi (ruangan dengan aliran
udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan higiene yang baik. Pada
pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah yang
bijaksana, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan
antibiotik. Agen-agen perangsang sumsum tulang seperti androgen
diduga menimbulkan eritropoiesis, tetapi efisiensinya tidak menentu. Penderita
anemia aplastik kronik dipertahankan pada hemoglobin (Hb) antara 8 dan 9 g
dengan tranfusi darah yang periodik.
Penderita anemia aplastik berusia muda yang terjadi secara sekunder akibat
kerusakan sel induk memberi respon yang baik terhadap tranplantasi sumsum
tulang dari donor yang cocok (saudara kandung dengan antigen leukosit manusia
[HLA] yang cocok). Pada kasus-kasus yang dianggap terjadi reaksi
imunologis maka digunakan globulin antitimosit (ATG) yang mengandung antibodi
untuk melawan sel T manusia untuk mendapatkan remisi sebagian. Terapi semacam
ini dianjurkan untuk penderita yang agak tua atau untuk penderita yang tidak
mempunyai saudara kandung yang cocok.
2.
Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai anemia
mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintetis hemoglobin.
Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi
pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu
menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.
a.
Penyebab lain
defisiensi besi adalah:
(1) asupan besi
yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka sampai usia
antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran
saja;
(2) gangguan
absorpsi seperti setelah gastrektomi dan
(3) kehilangan
darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena
polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.
Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa rata-rata mengandung 3 sampai 5 g
besi, bergantung pada jenis kelamin dan besar tubuhnya. Hampir dua pertiga besi
terdapat dalam hemoglobin yang dilepas pada proses penuaan serta kematian sel
dan diangkut melalui transferin plasma ke sumsum tulang untuk eritropoiesis.
Dengan kekecualian dalam jumlah yang kecil dalam mioglobin (otot) dan dalam
enzim-enzim hem, sepertiga sisanya disimpan dalam hati, limpa dan dalam sumsum
tulang sebagai feritin dan sebagai hemosiderin untuk kebutuhan-kebutuhan lebih
lanjut.
b.
Patofisiologi anemia defisiensi besi
Walaupun
dalam diet rata-rata terdapat 10 - 20 mg besi, hanya sampai 5% - 10% (1 - 2 mg)
yang sebenarnya sampai diabsorpsi. Pada persediaan besi berkurang maka
besi dari diet tersebut diserap lebih banyak. Besi yang dimakan diubah menjadi
besi fero dalam lambung dan duodenum; penyerapan besi terjadi pada duodenum dan
jejunum proksimal. Kemudian besi diangkut oleh transferin plasma ke sumsum
tulang untuk sintesis hemoglobin atau ke tempat penyimpanan di jaringan.
c.
Tanda dan gejala anemia pada penderita
defisiensi besi
Setiap milliliter darah mengandung 0,5 mg besi. Kehilangan besi umumnya
sedikit sekali, dari 0,5 sampai 1 mg/hari. Namun wanita yang mengalami
menstruasi kehilangan tambahan 15 sampai 28 mg/bulan. Walaupun kehilangan darah
karena menstruasi berhenti selama hamil, kebutuhan besi harian tetap meningkat,
hal ini terjadi oleh karena volume darah ibu selama hamil meningkat,
pembentukan plasenta, tali pusat dan fetus, serta mengimbangi darah yang hilang
pada waktu melahirkan.
Selain tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh anemia, penderita defisiensi
besi yang berat (besi plasma lebih kecil dari 40 mg/ 100 ml;Hb 6 sampai 7 g/100
ml)mempunyai rambut yang rapuh dan halus serta kuku tipis, rata, mudah patah
dan sebenarnya berbentuk seperti sendok (koilonikia). Selain itu atropi papilla
lidah mengakibatkan lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah daging, dan
meradang dan sakit. Dapat juga timbul stomatitis angularis, pecah-pecah dengan
kemerahan dan rasa sakit di sudut-sudut mulut.
Pemeriksaan darah menunjukkan jumlah sel darah merah normal atau hampir
normal dan kadar hemoglobin berkurang. Pada sediaan hapus darah perifer,
eritrosit mikrositik dan hipokrom disertain poikilositosis dan aniositosis.
Jumlah retikulosit mungkin normal atau berkurang. Kadar besi berkurang walaupun
kapasitas meningkat besi serum meningkat.
d.
Pengobatan anemia pada penderita
defisiensi besi
Pengobatan defisiensi besi mengharuskan identifikasi dan menemukan
penyebab dasar anemia. Pembedahan mungkin diperlukan untuk menghambat
perdarahan aktif
yang diakibatkan oleh polip, tukak, keganasan dan hemoroid; perubahan
diet mungkin diperlukan untuk bayi yang hanya diberi makan susu atau individu
dengan idiosinkrasi makanan atau yang menggunakan aspirin dalam dosis besar.Walaupun modifikasi diet dapat
menambah besi yang tersedia (misalnya hati, masih dibutuhkan suplemen besi
untuk meningkatkan hemoglobin dan mengembalikan persediaan besi. Besi tersedia
dalam bentuk parenteral dan oral. Sebagian penderita memberi respon yang baik
terhadap senyawa-senyawa oral seperti ferosulfat. Preparat besi parenteral
digunakan secara sangat selektif, sebab harganya mahal dan mempunyai insidens
besar terjadi reaksi yang merugikan.
3.
Anemia megaloblastik
Anemia
megaloblastik diklasifikasikan menurut morfologinya sebagai anemia makrositik
normokrom.
a.
Sebab-sebab atau gejala anemia megaloblastik
Anemia
megaloblastik sering disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 dan asam folat yang
mengakibatkan sintesis DNA terganggu. Defisiensi ini mungkin sekunder karena
malnutrisi, malabsorpsi, kekurangan faktor intrinsik (seperti
terlihat pada anemia pernisiosa dan postgastrekomi) infestasi parasit, penyakit
usus dan keganasan, serta agen kemoterapeutik. Individu dengan infeksi cacing
pita (dengan Diphyllobothrium latum) akibat makan ikan segar yang
terinfeksi, cacing pita berkompetisi dengan hospes dalam mendapatkan vitamin
B12 dari makanan, yang mengakibatkan anemia megaloblastik (Beck, 1983).
Walaupun
anemia pernisiosa merupakan prototip dari anemia megaloblastik defisiensi folat
lebih sering ditemukan dalam praktek klinik. Anemia megaloblastik sering kali
terlihat pada orang tua dengan malnutrisi, pecandu alkoholatau pada remaja dan
pada kehamilan dimana terjadi peningkatan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan
fetus dan laktasi. Kebutuhan ini juga meningkat pada anemia hemolitik,
keganasan dan hipertiroidisme. Penyakit celiac dan sariawan tropik juga
menyebabkan malabsorpsi dan penggunaan obat-obat yang bekerja sebagai antagonis
asam folat juga mempengaruhi.
b.
Pencegahan anemia pada penderita anemia megaloblastik
Kebutuhan
minimal folat setiap hari kira-kira 50 mg mudah diperoleh dari diet rata-rata.
Sumber yang paling melimpah adalah daging merah (misalnya hati dan ginjal) dan
sayuran berdaun hijau yang segar. Tetapi cara menyiapkan makanan yang benar juga
diperlukan untuk menjamin jumlah gizi yang adekuat. Misalnya 50% sampai 90%
folat dapat hilang pada cara memasak yang memakai banyak air.
Folat
diabsorpsi dari duodenum dan jejunum bagian atas, terikat pada protein plasma
secara lemah dan disimpan dalam hati. Tanpa adanya asupan folat
persediaan folat biasanya akan habis kira-kira dalam waktu 4 bulan. Selain
gejala-gejala anemia yang sudah dijelaskan penderita anemia megaloblastik
sekunder karena defisiensi folat dapat tampak seperti malnutrisi dan mengalami
glositis berat (radang lidah disertai rasa sakit), diare dan kehilangan nafsu
makan. Kadar folat serum juga menurun (<4 mg/ml).
Pengobatan anemia pada penderita anemia megaloblastik. Seperti yang
sudah disebutkan sebelumnya pengobatan bergantung pada identifikasi dan
menghilangkan penyebab dasarnya. Tindakan ini adalah memperbaiki defisiensi
diet dan terapi pengganti dengan asam folat atau dengan vitamin B12. penderita
kecanduan alkohol yang dirawat di rumah sakit sering memberi respon “spontan” bila
di berikan diet seimbang.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Asuhan keperawatan
Menurut
doengoes (2000) asuhan keperawatan pada klien dengan anemia meliputi
pengkajian, diagnosa dan perencanan adalah sebagai berikut :
1.
Pengkajian
a.
Aktivitas/istirahat
Gejala :
keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan produtivitas, penurunan semangat
untuk bekerja. Toleransi terhadap latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan
istirahat lebih banyak.
Tanda :
takikardia/takipnea; dispnea pada bekerja atau istirahat. Letargi, menarik
diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada sekitarnya. Kelemahan otot dan
penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai,
berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunjukkan keletihan.
b.
Sirkulasi
Gejala :
riwayat kehilangan darah kronis, mis; perdarahan GI kronis, menstruasi berat
(DB); angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis
infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD ;
peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar;
hipotensi postural. Distrimia; Abnormalis EKG, mis; depresi segmen ST dan
pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung ; murmur
sistolik (DB). Ekstremitas (warna): pucat pada kulit dan menbran mukosa
(konjungtiva, mulut, faring, bibir)dan dasar kuku. (Catatan; pada pasien kulit
hitam, pucat tampak sebagai keabu abuan); kulit seperti berlilin, pucat
(aplastik, AP) atau kuning lemon terang (PA). Sklera: Biru atau putih seperti
mutiara (DB). Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke perifer dan
vasokontriksi kompensasi). Kuku; mudah patah, berbentuk seperti sendok
(koikologikia) (DB). Rambut; kering, udah putus, menipis; tumbuh uban secara
premature (AP).
c.
Integritas ego
Tanda :
keyakinan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, mis; penolakan
transfuse darah.
Gejala :
depresi.
d.
Eleminasi
Gejala :
riwayat piclonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB).
Hematemasis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan
haluaran urine
Tanda ;
distensi abdomen.
e.
Makanan/cairan
Penurunan
masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukkan produk sereal tinggi
(DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah,
dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan.
f.
Neurosensori
Gejala :
sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ;
klaudikasi. Sensasi manjadi dingin. Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi
cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal.
Oftalmik : hemoragis retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari
lubang-lubang (aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar,
dan posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
g.
Nyeri/kenyamanan
Gejala :
nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
h.
Pernapasan
Gejala :
riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas. Tanda :
takipnea, ortopnea, dan dispnea.
i.
Seksualitas
Gejala :
perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang
libido (pria dan wanita). Imppoten. Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
2.
Diagnosa keperawatan
Adapun
diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada klien dengan anemia mernurut
doengoes (1999) ialah sebagai berikut :
a.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
b.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
c.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
d.
Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologist.
e.
Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan
proses pencernaan; efek samping terapi obat.
f.
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons
inflamasi tertekan).
g.
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah
interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan dilakukan sesuai dengan diagnosa yang telah ditentukan, adapun
perencanaan menurut Doengoes 1999 adalah sebagai berikut :
a.
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : peningkatan perfusi jaringan
Kriteria hasil : – menunjukkan perfusi adekuat,
misalnya tanda vital stabil.
Intervensi Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna
kulit/membrane mukosa, dasar kuku. Rasional
: memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
membantu menetukan kebutuhan intervensi.
Intervensi Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. Rasional : meningkatkan ekspansi paru
dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi
bila ada hipotensi.
Intervensi Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas
perhatikan bunyi adventisius. Rasional :
dispnea, gemericik menununjukkan gangguan jantung karena regangan jantung
lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
Intervensi Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. Rasional : iskemia seluler mempengaruhi
jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
Intervensi Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air
panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer. Rasional : termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan
oksigen.
Intervensi Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium.
Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi. Rasional : mengidentifikasi defisiensi
dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
Intervensi Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. Rasional : memaksimalkan transport
oksigen ke jaringan.
b.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
Kriteria hasil : – melaporkan peningkatan toleransi
aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari) - menunjukkan penurunan tanda
intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam
rentang normal.
Intervensi Kaji kemampuan ADL pasien. Rasional : mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
Intervensi Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan
dan kelemahan otot. Rasional :
menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi
keamanan pasien/risiko cedera.
Intervensi Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
aktivitas. Rasional : manifestasi
kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat
ke jaringan.
Intervensi Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan
kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan. Rasional : meningkatkan istirahat untuk
menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
Intervensi Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien
istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan
aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri). Rasional : meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa
terkontrol.
c.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kegagalan
untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang
diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil : menunujukkan
peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal. -
tidak mengalami tanda mal nutrisi. - Menununjukkan perilaku, perubahan pola
hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai. Intervensi Kaji riwayat nutrisi,
termasuk makan yang disukai. Rasional :
mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi.
Intervensi Observasi dan catat masukkan makanan pasien. Rasional : mengawasi masukkan kalori
atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
Intervensi Timbang berat badan setiap hari. Rasional : mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas
intervensi nutrisi.
Intervensi Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan
atau makan diantara waktu makan. Rasional
: menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi
gaster.
Intervensi Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan
dan gejala lain yang berhubungan. Rasional
: gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
Intervensi Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum
dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.
Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka. Rasional : meningkatkan nafsu makan dan
pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan
infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan
rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
Intervensi Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet. Rasional : membantu dalam rencana diet
untuk memenuhi kebutuhan individual.
Intervensi Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium. Rasional : meningkatakan efektivitas
program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
Intervensi Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi. Rasional : kebutuhan penggantian
tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan
defisiensi yang diidentifikasi.
d.
Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan
sirkulasi dan neurologist.
Tujuan : dapat mempertahankan integritas kulit.
Kriteria hasil : mengidentifikasi factor
risiko/perilaku individu untuk mencegah cedera dermal.
Intervensi Kaji integritas kulit, catat perubahan pada turgor,
gangguan warna, hangat local, eritema, ekskoriasi. Rasional : kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi dan
imobilisasi. Jaringan dapat menjadi rapuh dan cenderung untuk infeksi dan
rusak.
Intervensi Reposisi secara periodic dan pijat permukaan tulang
apabila pasien tidak bergerak atau ditempat tidur. Rasional : meningkatkan sirkulasi kesemua kulit, membatasi iskemia
jaringan/mempengaruhi hipoksia seluler.
Intervensi Anjurkan pemukaan kulit kering dan bersih. Batasi
penggunaan sabun. Rasional : area
lembab, terkontaminasi, memberikan media yang sangat baik untuk pertumbuhan
organisme patogenik. Sabun dapat mengeringkan kulit secara berlebihan.
Intervensi Bantu untuk latihan rentang gerak. Rasional : meningkatkan sirkulasi
jaringan, mencegah stasis.
Intervensi Gunakan alat pelindung, misalnya kulit domba,
keranjang, kasur tekanan udara/air. Pelindung tumit/siku dan bantal sesuai
indikasi. (kolaborasi) Rasional :
menghindari kerusakan kulit dengan mencegah /menurunkan tekanan terhadap
permukaan kulit.
e.
Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan
proses pencernaan; efek samping terapi obat.
Tujuan : membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
Kriteria hasil : menunjukkan perubahan perilaku/pola
hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat.
Intervensi Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan
jumlah. Rasional : membantu
mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
Intervensi Auskultasi bunyi usus. Rasional : bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun
pada konstipasi.
Intervensi Awasi intake dan output (makanan dan cairan). Rasional : dapat mengidentifikasi
dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam pengidentifikasi defisiensi
diet.
Intervensi Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam
toleransi jantung. Rasional :
membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu
memperthankan status hidrasi pada diare.
Intervensi Hindari makanan yang membentuk gas. Rasional : menurunkan distress gastric
dan distensi abdomen Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan
kondisi kulit atau mulai kerusakan.
Intervensi Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila
terjadi diare. Rasional : mencegah
ekskoriasi kulit dan kerusakan.
Intervensi Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi
serat dan bulk. Rasional : serat
menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus
intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai
perangsang untuk defekasi.
Intervensi Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif
pembentuk bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi) Rasional : mempermudah defekasi bila
konstipasi terjadi.
Intervensi Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat
Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya
Metamucil. (kolaborasi). Rasional :
menurunkan motilitas usus bila diare terjadi. .
f.
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons
inflamasi tertekan).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : mengidentifikasi perilaku untuk
mencegah/menurunkan risiko infeksi. - meningkatkan penyembuhan luka, bebas
drainase purulen atau eritema, dan demam.
Intervensi Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi
perawatan dan pasien. Rasional :
mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan
anemia berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
Intervensi Pertahankan teknik aseptic ketat pada
prosedur/perawatan luka. Rasional :
menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
Intervensi Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan
cermat. Rasional : menurunkan risiko
kerusakan kulit/jaringan dan infeksi.
Intervensi Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering,
latihan batuk dan napas dalam. Rasional
: meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi
sekresi untuk mencegah pneumonia.
Intervensi : Tingkatkan masukkan cairan adekuat. Rasional : membantu dalam pengenceran
secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan
tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
Intervensi Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila
memungkinkan. Rasional : membatasi
pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia
aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
Intervensi Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan
takikardia dengan atau tanpa demam. Rasional
: adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
Intervensi Amati eritema/cairan luka. Rasional : indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus
mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
Intervensi Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai
indikasi (kolaborasi) Rasional :
membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi
pilihan pengobatan.
Intervensi Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik
(kolaborasi). Rasional : mungkin
digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan
proses infeksi local.
g.
Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah
interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Tujuan : pasien mengerti dan memahami tentang penyakit,
prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.
Kriteria hasil : pasien menyatakan pemahamannya
proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit. Mengidentifikasi factor penyebab.
Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.
Intervensi Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan
kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia. Rasional : memberikan dasar pengetahuan
sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat
meningkatkan kerjasama dalam program terapi.
Intervensi Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan
diagnostic. Rasional : ansietas/ketakutan
tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban
jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
Intervensi Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya. Rasional : megetahui
seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
Intervensi Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan
kondisinya sekarang. Rasional :
dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien dan keluarganya akan
merasa tenang dan mengurangi rasa cemas.
Intervensi Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet
makanan nya. Rasional : diet dan
pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
Intervensi Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang
materi yang telah diberikan. Rasional :
mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai
keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
4.
Implementasi
Pelaksanaan merupakan
tahap keempat dalam proses keperawatan dengan melaksanakan berabagai strategi
keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana
tindakan keperawatan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal
diantaranya bahaya-bahaya fisik dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi,
kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak dari pasien serta
dalam memahami tingkat perkembangan pasien (Hidayat, A, 2008. hal; 122).
5.
Evaluasi
Evaluasi merupakan
langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara melakukan identifikasi
sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau tidak. Dalam
melakukan evaluasi perawat harusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam
memahami respons terhadap intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan
kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil (Hidayat, A, 2008. hal; 124).
CONTOH ASKEP NYATA PADA
ANEMIA
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA NY. D
DIAGNOSA MEDIS:
ANEMIA
DIRUANG BEDAH RSUD SINTANG
DIRUANG BEDAH RSUD SINTANG
PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
Tanggal 23 Januari 2012
Tanggal Masuk : 22 Januari 2012
Jam Masuk : 10.30 WIB
Ruang : Bedah RSUD Ade M. Djoen
Sintang
No. CM : 09.80.56
A. IDENTITAS KLIEN
Nama :
Ny. D
Umur :
69 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku/Bangsa/Bahasa : Melayu/WNI/Melayu
Pendidikan : SD
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jln. Imam Bonjol Kab. Sintang
Sumber Biaya : ASKES
B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Riwayat Kesehatan saat ini
Ny. D masuk RSUD Ade M. Djoen
Sintang pada malam hari tanggal 22 Januari 2012 melalui ruang IGD, lalu masuk
ruang rawat inap bedah Keesokan harinya pada pukul 10.30 WIB dengan kesadaran
CM, dan keluhan utama pusing, badannya terasa lemah, dan cepat lelah saat
beraktivitas, klien tampak pucat, lemah, konjungtiva anemis dan akral klien
terasa dingin serta terdapat luka berdarah pada telinga dekstra,
Hb awal 6,1 g/dL Klien mengatakan
cemas dengan penyakitnya dan ingin cepat pulang.
TTV:
- TD :
100/80 mmHg
- Nadi : 94x/menit
- RR :
22x/menit
- Suhu : 36,1 0 C
2. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Klien pernah operasi tumor telinga 3
tahun yang lalu sebelum akhirnya masuk RSUD Sintang dengan penyakit yang sama
dan penambahan diagnosa medis Anemia.
Klien mengatakan setelah operasi, ia
tidak pernah lagi datang kerumah sakit dan melanjutkan dengan pengobatan
tradisional.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien tidak mempunyai riwayat
penyakit keturuan.
4. Riwayat Psikologi dan Spritual
Selama ini orang yang dekat dengan
klien adalah keluarga klien, terutama anak dan
menantunya. Pola klien berkomunikasi agak sedikit tergangggu karena
penyakitnya, namun sesungguhnya klien sangat kooperatif. Klien berharap setelah
mengalami perawatan, penyakitnya akan segera sembuh dan dia dapat berkumpul
bersama keluarganya seperti hari – hari sebelumnya.
Klien adalah orang yang taat dengan
agama.
5. Kondisi Lingkungan/Rumah
Rumah klien berada ditempat yang
tenang walaupun tidak terlalu jauh dari jalan raya, tidak ada kondisi
lingkungan rumah yang mempengaruhi kesehatan saat ini,penerangan, ventilasi,
dan sumber air baik.
6. Pola kebiasaan sehari – hari
a.
Pola
nutrisi
Sebelum sakit, klien makam 3x/hari
dengan porsi satu piring, salera makan klien baik, dengan makanan yang
dikonsumsi berupa nasi, lauk, sayur – sayuran dan buah- buahan. Tapi setelah
sakit salera makan berkurang, karena klien merasa sakit saat mengunyah dan
klien hanya mampu menghabiskan ½ porsi dari makanan yang disiapkan oleh rumah
sakit.
b. Pola eliminasi
-
Sebelum
sakit BAB normal, 1 – 2x/hari.
-
BAK juga
baik, 4 – 5x/hari dengan frekwensi yang tidak tentu.
-
Waktu
sakit saat ini, BAB dan BAK klien terganggu, karena klien lemah dan tidak mampu
untuk ke toilet sendiri.
c.
Pola
istirahat tidur
-
Sebelum
sakit, klien biasanya tidur 7 – 8 jam/hari
-
Saat ini
klien tidur hanya bisa 3 – 4 jam/hari, itu pun tidak pernah neynyak, karena
klien harus menahan rasa sakit terus.
d. Personal hygiene
-
Sebelum
sakit klien biasanya mandi 2x/hari, dengan menggunakan sabun, shampo dan selalu
sikat gigi pada saat mandi.
-
Sekarang
klien mandi tidak teratur, karena untuk ke toilet klien haru di bantu dan
tergantung dengan keluarganya.
e.
Pola
aktivitas dan latihan
-
Sebelum
sakit klien melakukan aktivitas sendiri secara mandiri
-
Saat ini
klien mengalami kesulitan untuk beraktivitas, karena klien tidak mampu, lemah
dan harus tergantung keluarga kalau mau beraktivitas.
f.
Pola
kebiasaan sehari – hari yang mempengaruhi kesehatan
-
Klien
tidak merokok atau pun mengkosumsi MIR
g. Pemeriksaan fisik
1. Sistem penglihatan
Posisi mata simetris, kelopak mata
ada bercak kuning, gerakan bola mata normal, konjungtiva pucat, ketajaman
penglihatan mulai berkurang, karena dipengaruhi usia dan klien tidak
menggunakan kaca mata.
2. Sistem pendengaran
Posisi telinga tidak simetris lagi,
karena telinga sebelah kanan sudah di angkat semua pada saat operasi tumor
telinga 3 tahun yang lalu, dan hal inilah yang menyebabkan pendengaran klien
berkurang.
3. Sistem wicara
Klien merasa kesulitan dalam
berbicara, dan saat berbicara klien mengeluh sakit karena luka operasi tumor
telinga 3 tahun yang lalu belum sembuh dan masih berdarah pada saat mulut klien
bergerak.
4. Sistem pernapasan
Jalan napas klien lancar dan klien
mengatakan tidak ada sesak, klien tidak menggunakan alat bantu napas, RR:
22x/menit
5. Sistem kardivaskuler
Nadi 94x/menit, irama teratur,
denyut lemah, tekanan darah 150/100 mmHg, capillary refill agak lambat, 3 detik
baru kembali lagi, menandakan sirkulasi O2 tidak lancar, tidak ada
kelainan jantung.
6. Sistem pencernaan
Klien tidak ada mual muntah, klien
tidak salera makan hanya disebabkan karena rahang klien sakit saat mengunyah
dan klien tidak menggunakan gigi palsu, serta organ – organ pencernaan yang
lain tidak ada keluhan.
7. Sistem integumen
Turgor kulit kurang baik,
keelastisan kulit klien kurang, kulit klien keriput karena dipengaruhi usia dan
integritas kulit pada bagian telinga kanan mengalami gangguan karena sudah
dioperasi.
8. Sistem endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar
pada klien.
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan Laboratorium:
WBC :
5,8 x 103/µL N:
RBC :
3,68 x 106 µL N:
HGB :
- 6,1 g/dL N:
13.5 – 17.5 g/dl
HCT : 68,5 % N:
HCT : 68,5 % N:
D. PENATALAKSAAN
-
Therapy
obat
Ceftrioxane : 2 x 1 gram
Ranitidin : 2 x 1 amp
Drif ketorolak : 3 x 60 mg
-
Transfusi
3 labu PRC 1x/24 jam
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Anemia
adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 100 ml
darah. Etiologi anemia Karena cacat sel darah merah (SDM).Karena
kekurangan zat gizi,Karena perdarahan,Karena otoimun.
Patofisiologi
anemia /Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangasel
darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum dapat
terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau kebanyakan
akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel
darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyebabkan
destruksi sel darah merah.
DAFTAR PUSTAKA
Sukandar, Elin Yulinah, dkk., 2008, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI
Penerbitan, Jakarta
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, PT.
Elex Media Komputindo, Jakarta
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar